Rabu, 30 Maret 2011

teori arsitektur berdasarkan pendekatan sistem untuk rumah sakit

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Ruang adalah kebutuhan manusia, selain dilihat sebagai kebutuhan fisik seperti tidur dan makan, kebutuhan ruang juga dapat dilihat dari bentuk pendekatan system yang mejadi acuan sebelum kita merancang sebuah ruang untuk berbagai kegiatan manusia. Untuk mengetahui jenis ruang, fungsi ruang, syarat-syarat mutlak ruangan, aktivitas, kondisi, dan karakteristik orang yang akan kita rancang ruangannya. Proses pertama yang harus dilakukan secara efektif adalah menjalankan analisis yang konstruktif dan menyeluruh, terutama mengenai aturan baku suatu ruangan maupun perilaku dan kebiasaan.
Melihat fenomena inilah, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam sebuah konsep desain arsitektur, perancangan bangunan secara langsung selain harus terkait dengan kebutuhan sosial dan budaya masyarakat yang menempatinya tetapi juga harus berdasarkan standarisasi ruang. Hal ini disebabkan oleh aktivitas dan perilaku yang dilakukan akan sangat berpengaruh pada situasi ruangan yang akan digunakan. Tanpa mengedepankan standarisasi ruang maka dikhawatirkan akan terjadi ketidaknyamanan pengguna ruangan oleh penghuni mampun masyarakat yang terlibat dalam penggunaannya. Namun tidak begitu saja dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, konsep disain yang dihasilkan juga harus menjadi bangunan yang memiliki kemampuan sustainability untuk bertahan mengikuti pola perubahan perilaku masyarakat dan perkembangan zaman.
Melalui penjabaran di atas, kami melakukan pengkajian secara khusus, bertujuan untuk menganalisis lebih lanjut akan hubungan sebuah aktifvitas tertentu terhadap kebutuhan desain dan konsep perancangan arsitektur mengikuti teori yang telah ada dalam memenuhi kebiasaan dan kondisi masyarakat dengan mengedepankan pendekatan system yang telah baku dalam pembangunan sebuah Rumah Sakit. Dalam pengkajian kali ini, kami akan mengkaji Rumah Bersalin Ibu dan Anak Sukajadi.
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun maksud dan tujuan pembuatan makalah ini, yaitu :
a. Tujuan Umum :
1) Memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Teori Arsitektur.
2) Sebagai latihan keterampilan dasar bagi penyusun dalam pembuatan makalah, karya tulis, tesis maupun skripsi.
3) Menambah wawasan, khususnya para perancang dan ahli bangunan untuk terus mengembangkan dedikasinya terhadap arena pembangunan Indonesia.
b. Tujuan Khusus :
1) Mengetahui dan memahami segala hal yang berkaitan dengan konsep desain dan perancangan di Indonesia.
2) Memahami makna terperinci dan proses yang terjadi dalam proses mengkonsep dan merancang bangunan sesuai dengan kebutuhan system.

1.3 Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini diharapkan bermanfaat sebagai sarana bagi penyusun dalam mendiskusikan beberapa masalah mengenai proses melakukan perancangan desain bangunan agar mengikuti aturan yang telah baku. Sesuai dengan proses yang terjadi didalamnya meliputi prosedur, teknik, cara bahkan sistem pengolahan dari bentuk tak berguna menjadi berguna bagi penerimanya. Sehingga pada akhirnya dapat menambah wawasan penyusun dalam memahami berbagai komponen dalam perancangan.
1.4 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam makalah pengkajian perancangan Isola Resort ini adalah :
a. Bagaimana pengaruh sebuah Rumah Sakit Bersalin dan Anak terhadap masyarakat secara umum?
b. Bagaimana keadaan masyarakat kota Bandung terkait dengan kebutuhan sarana kesehatan di kota Bandung terhadap bangunan Rumah Sakit?
c. Bagaimanaproses maupun aspek-aspek perancangan bangunan Rumah Sakit berdasarkan wewenang Dinas Kesehatan?

1.5 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan untuk menyusun makalah ini adalah studi pustaka (library research) yang bersumber dari beberapa literatur pendukung, situs internet dan observasi langsung pada sumber yang dituju sebagai objek penelitian.

1.6 Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I. PENDAHULUAN
Membahas mengenai gambaran yang menjadi dasar-dasar dalam penulisan Makalah, yaitu Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Rumusan Masalah, Lingkup Dan Batasan, Kerangka Berpikir Dan Sistematika Penulisan, dsb.

BAB II. TINJAUAN UMUM MENGENAI KEBUTUHAN SARANA KESEHATAN MASYARAKAT SECARA UMUM

BAB III. URGENSI SARANA KESEHATAN DI WILAYAH KOTA BANDUNG

BAB IV. TINJAUAN KHUSUS PEMBANGUNAN FASILITAS KESEHATAN MENURUT KEWENANGAN DINAS KESEHATAN

BAB IV. PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran dari penyusun yang ditujukan langsung pada instansi yang menjadi objek pengkajian, berupa tulisan masukan konstruktif bagi kemajuan instansi tersebut.

BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI KEBUTUHAN SARANA KESEHATAN MASYARAKAT SECARA UMUM
Pertumbuhan populasi di Indonesia yang cepat, berimplikasi pada kebutuhan pelayanan kesehatan yang mampu menjangkau seluruh masyarakat yang membutuhkan. Begitu juga dengan jumlah ibu hamil dan melahirkan yang semakin besar menuntut pelayanan kesehatan yang baik bagi mereka. Sehingga fasilitas pelayanan yang ada tidak hanya dilihat dari sudut pandang kuantitas, kualitas, sumber daya manusia, dan peralatan yang dimiliki saja. Namun, juga dari faktor fisik lingkungan fasilitas yang berpengaruh besar terhadap kualitas pelayanan.
Sehingga, dalam kajian desain fasilitas pelayanan kesehatan, baik dari sisi arsitektur maupun interior, fasilitas kesehatan yang berkualitas harus mampu menghasilkan produk keluaran (output) yang positif bagi pihak pasien dan juga staf yang terlibat.








BAB III
URGENSI SARANA KESEHATAN DI WILAYAH KOTA BANDUNG
Dilihat dari kebutuhan sarana kesehatan masyarakat luas. Bandung pun memiliki harapan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan di wilayah kota Bandung ini sendiri. Dengan masyarakat yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil, merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Gambaran keadaan masyarakat kota Bandung dimasa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan untuk mendukung kondisi nasional Indonesia sehat tahun 2010 dan mewujudkan peran kota Bandung yang Genah, Merenah Tumaninah, dirumuskan dalam visi pembangunan kesehatan kota Bandung yaitu "Bandung Sehat 2007".
Menurut data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan wilayah kota Bandung untuk tahun 2007, dalam rencana awal meneliti perkembangan sarana-sarana kesehatan yang ada di kota Bandung menunjukkan beberapa data, antara lain :

a. Sarana Kesehatan (overview)
Puskesmas Umum : 63 Buah
Puskesmas dengan Perawatan Bersalin : 05 Buah
Jumlah rumah sakit (Umum, Jiwa dan Khusus) : 29 Buah (3972
tempat tidur)





b. Sarana Kesehatan lainnya dan Penunjang
Praktek Perorangan Dokter : 2.104 Buah
Praktek Berkelompok Dokter : 6 Buah
Praktek Perorangan Bidan : 259 Buah
Balai Pengobatan : 265 Buah
Laboratorium Klinik : 32 Buah
Optikal : 66 Buah
Apotik : 374 Buah
Posyandu : 1.835 Buah
Kelompok Dana Sehat : 137 Buah
Tanaman Obat Keluarga : 7.222 Buah
Pos Kesehatan Pesantren : 1 Buah
Dana Sehat Pontren : 1 Buah
Jumlah Posyandu : 1835 Buah
Rumah Bersalin : 40 Buah

c. Jumlah Tenaga Kesehatan
Dokter Umum : 740 (8,07%)
Dokter Spesialis : 472 (5,15%)
Dokter Gigi : 183 (2,00%)
Apoteker/Sarjana Farmasi : 52 (0,57%)
Sarjana Kesehatan Masyarakat : 16 (0,17%)
Paramedis Perawatan : 3080 (33,62%)
Paramedis Non Perawatan : 891 (9,72%)
Non Medis : 3730 (40,70%)
JUMLAH : 9164 (100%)
Tambahan Tenaga Kader dan Dukun Terlatih : 11395 Orang

d. Jumlah Alat Transportasi Dinas Kesehatan Kota Bandung
Kendaraan roda 4 : 16 buah
Kendaraan roda 2 : 17 buah
BAB IV
TINJAUAN KHUSUS PEMBANGUNAN FASILITAS KESEHATAN MENURUT KEWENANGAN DINAS KESEHATAN

Desentralisasi di bidang kesehatan sebagai kewenangan wajib di kabupaten/kota adalah Program Kesehatan, Kelembagaan Kesehatan, Ketenagaan Kesehatan, Pembiayaan Kesehatan, dan Sarana Kesehatan.
Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2004, telah digariskan pentahapan penyelanggaraan SKN yang antara lain memfasilitasi pengembangan Sistem Kesehatan Daerah (SKD), dan mempertimbangkan kondisi, dinamika, dan masalah spesifik daerah. Pemerintah Pusat hanya memfasilitasikan pengukuhan SKD dalam bentuk peraturan perundang-undangan daerah serta memfasilitasi advokasi dan sosialisai SKP (Sistem Kesehatan Pokok) sesuai kebutuhan.
Dalam Kebijakan dan Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan yang ditetapkan pada tahun 2003 antara lain telah digariskan perlunya disusun SKD oleh daerah dengan memperhatikan SKN, Renstrada dan Visi Daerah serta merujuk kepada kebijakan-kebijakan baik pembangunan kesehatan daerah maupun kebijakan nasional seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2005-2009. Dengan dilaksanakannya Standar Pelayanan Minimal dibidang Kesehatan dan komitment global dalam pembangunan kesehatan, seperti pencapaian Millennium Development Goals, Macro-economic and Health, Sustainable Development, Poverty Reduction Strategic Paper, dan A World Fit for Children. Diharapkan Sistem Kesehatan Daerah dapat menjadi suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta di daerah yang secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
Sistem Kesehatan Daerah hendaknya dipergunakan sebagai acuan penyusunan kebijakan, pedoman dan arahan penyelenggaraan pembangunan berwawasan kesehatan di daerah. Penyelenggaraannya dilaksanakan secara bertahap dan disesuaikan dengan aspirasi, potensi serta kebutuhan setempat dengan memperhatikan prioritas pembangunan kesehatan masing-masing.
Dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat, khususnya di wilayah kota Bandung, juga dalam rangka mendukung kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayan kesehatan masyarakat dan sumber daya masyarakat tersebut, pihak klien berencana melakukan proses re-desain sebuah Rumah Bersalin Ibu dan Anak ‘Sukajadi’ menjadi rumah Bersalin dengan nama ‘Binafsika’, dengan fasilitas dan struktur perencanaan yang telah disesuaikan dengan memperhatikan berbagai aspek-aspek yang dibutuhkan sesuai dengan teori-teori di atas.
1. Ketersediaan Data

Ketersediaan data dalam Kerangka Acuan Kegiatan(KAK) dapat membantu dalam proses re-desain Rumah Bersalin Ibu dan Anak Sukajadi menjadi Rumah Bersalin Binafsika, khususnya membantu kinerja dari konsultan untuk menentukan langkah-langkah yang tepat, terstruktur dan terarah dalam pembangunan ini. Dengan demikian KAK ini dapat dijadikan sebagai pedoman dan arahan dalam pelaksanaan pembangunan Rumah Bersalin Binafsika. Sehingga dapat mewujudkan pembangunan berdasarkan masukan kriteria, dan proses yang harus dipenuhi dan pada akhirnya memperoleh hasil yang ekonomis, berkualitas dan berfungsi secara optimal.
Informasi yang terkait dengan pembangunan ini adalah berdasar pada fakta-fakta yang tersedia di lapangan yang mengharuskan konsultan mengadakan kegiatan sebagai berikut :
a. observasi, pengenalan lapangan, dan sosialisasi kepada masyarakat di wilayah perencanaan serta aparat pemerintah terkait
b. survey,pendataan lapangan dan intansional berupa pengumpulan data lapangan dari instansi terkait dengan pembangunan fasilitas kesehatan , kondisi wilayah dan permasalahan-permasalahan yang ada di wiliyah perencanaan.
c. Pendataan situasi lapangan terbaru untuk mendapatkan data-data teknis yang diperlukan. Diantaranya :
- kondisi dan situasi tapak (bentuk, ukuran, kontur tanah, aspek geologis),
- kondisi iklim,
- utilitas lingkungan,
- keadaan lalu lintas,dan sebagainya.
d. identifikasi tata ruang dan pemanfaatan lahan disekitar wilayah perencanaan,
e. identifikasi kondisi sosial-ekonomi masyarakat di sekitar wilayah perencanaan.

2. Pedoman Teknis
Lingkup teknis yaitu mencakup aspek yang berhubungan dengan pembangunan. Adapun dasar perencanaan pembangunan tersebut adalah peraturan-peraturan teknis yang berlaku di Indonesia. Aturan-aturan itu, diantaranya:
1. Undang-undang RI Nomor : 18 tahun 1999 tentang jasa konstruksi
2. Peraturan Pemerintah RI Nomor : 29 tahun 2000 tanggal 30 Mei 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
3. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor:257/KPTS/M/2004 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi.
4. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor : 32 tahun 2001 Tentang Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (REPETADA) Kota Bandung Tahun 2002
5. Semua ketentuan dan peraturan serta Standar Nasional Indonesia tentang Bangunan Gedung.
6. Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI)
7. Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL)
8. Peraturan Plumbing Indonesia
9. Peraturan Umum Bahan Bangunan (PUBI)
10. Persyaratan umum untuk melaksanakan pekerjaan umum sebagaimana dalam Keputusan Pemerintah No. 9 tanggal 28 Mei 1941 (AV) khusus yang mengatur tentang persyaratan teknis.
11. Pengaturan Umum Bahan Bangunan Indonesia (PUBI-1991)
12. Standar Industri Indonesia (SII)
13. Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI-1961)
14. Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1981.
15. Peraturan Umum Instalasi Listrik (PUIL-1977)
16. Peraturan Umum Instalasi Air (AVWI)
17. Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir untuk Bangunan di Indonesia (PUIPP-1983)
18. Pedoman Plumbing Indonesia 1974
19. Peraturan Perburuhan di Indonesia dan Peraturan Tentang Keselamatan tenaga kerja yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia
20. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 02/KPTS/1985 tentang Penanggulangan Bahaya Kebakaran
21. Persyaratan Cat Indonesia (NI-4)
22. Peraturan Semen Portland Indonesia (NI-8)
23. Bata Merah sebagai Bahan Bangunan (NI-10)
24. Ketentuan Pencegahan dan Penaggulangan Kebakaran pada Bangunan Gedung th 1985, Departemen PU.
25. N.F.P.A dan F.O.C sebagai pelengkap
26. Peraturan Telekomunikasi 1989
27. Peraturan-peraturan lain yang berlaku setempat
3. Lingkup Pekerjaan dan Layanan Tugas
Lingkup pekerjaan re-desain Rumah Bersalin Ibu dan Anak Sukajadi menjadi Rumah Bersalin Binafsika Bandung tahun 2008, meliputi:
(1) Lantai Dasar
• Entrance hall/lobby
• Ruang keamanan
• Ruang administrasi
• Ruang kepegawaian
• Ruang arsip
• Ruang keuangan
• Ruang dokter spesialis
• Ruang dokter sub spesialis
• Ruang pemeriksaan
• Ruang peralatan
• Balai kesehatan ibu dan anak
• Ruang USG
• Ruang bersalin
• Ruang bedah
• Ruang UGD
• Ruang farmasi
• Gudang
• Pantry
• Lavatory
• Sirkulasi






(2) Lantai II
• Laboratorium patologi klinik
• Ruang peralatan
• Ruang senam hamil
• Ruang tunggu
• Ruang rawat inap
• Ruang rawat jalan
• Ruang perawatan bayi
• Pantry
• Gudang
• Lavatory
• Sirkulasi
• Kamar mandi/WC
Kriteria umum Pembangunan Rumah Bersalin Binafsika Kota Bandung Tahun Anggaran 2008 harus sesuai denganketentuan-ketentuan dan persyaratan perencanaan bangunan gedung. Termasuk antara lain persyaratan yang berfungsi sebagai rumah bersalin.
1. Persyaratan Peruntukan dan Intensitas :
1) Menjamin bangunan gedung didirikan berdasarkan perencaan (DED) yangtelah dibuat dan ditetapkan oleh Pemerintah Kota Bandung.
2) Menjamin bangunan dimanfaatkan sesuai dengan fungsi rumah bersalin
3) Menjamin keselamatan pengguna, masyarakat dan lingkungan

2. Lingkup Pengawasan Teknis Rumah Bersalin Binafsika yang
meliputi::
1) Perencanaan Arsitektural
2) Perencanaan Struktural
3) Perencanaan Utilitas
3. Adapun kewajiban konsultan adalah sebagai berikut :
1) Konsultan berkewajiban dan bertanggungjawab sepenuhnya terhadap pelaksanaan fisik dilapangan kepada Pemberi Tugas pembangunan Rumah Sakit Bersalin Binafsika Bandung dengan berdasarkan ketentuan perjanjian / kontrak yang telah ditetapkan.
2) Konsultan berkewajiban mengadakan dan memimpin rapat- rapat koordinasi pelaksanaan, menyusun laporan hasil rapat koordinasi, dan membuat laporan kemajuan pekerjaan beserta Progress Pelaksanaan Pembangunan Rumah Bersalin Binafsika Bandung yang berupa, pembuatan laporan harian, mingguan, dan berkala.
3) Konsultan diwajibkan melakukan kegiatan pengawasan lapangan termasuk kendala yang terjadi dilapangan berikut dan rekomondasi yang diusulkan, sebagai alternatif pemecahan masalah, guna melengkapi data dan untuk memahami semua aspek rancang bangun yang telah ditetapkan Pemberi Tugas dan Pengguna,
4) Konsultan diwajibkan melakukan evaluasi teknis pada aspek struktur,mekanikal-elektrikal dan pengolahan limbah. Perhitunganperhitungan ini harus mendapatkan persetujuan dari Pemberi Tugas dan dilampirkan dalam laporan pengawasan.
5) Konsultan dalam melaksanakan pekerjaannya dapat meminta bantuan teknis dari Dinas Teknis Daerah untuk mencapai hasil yang optimal
6) Bilamana dalam melaksankan tugas pekerjaan memerlukan ijin, maka pengurusan surat ijin dimaksud menjadi tanggung jawab konsultan, demikian pula termasuk biaya yang diperlukan untuk itu. Sedangkan pihak pemberi pekerjaan dapat memberikan bantuan berupa surat keterangan bilamana diperlukan untuk permohonan ijin tersebut.


7) Dalam kegiatan diskusi dan rapat-rapat, konsultan wajib menyediakan waktu untuk hadir dalam forum diskusi / rapat tersebut guna meyakinkanhasil pekerjaannya pada peserta diskusi / rapat.
8) Tugas konsultan pengawas dinyatakan berakhir setelah pekerjaan fisik Rumah Bersalin Binafsika Bandung selesai (STT I) dan sampai dengan masa pemeliharaan (STT II).

4. Analisis Master Plan

Berdasarkan Kondisi yang ada, Rumah Bersalin Ibu dan Anak Sukajadi memiliki Preliminary Masterplan yang sudah tersusun dan mencakup seluruh rencana pengembangan proyek pada lahan yang tersedia. Maka, konsep masterplan secara menyeluruh pada tahap-tahap bangunannya harus menjadi acuan tetapnya.

Posisi lahan berbentuk segiempat beraturan, cukup mudah untuk ditata dan dieksplorasi sebagai sarana kesehatan bagi ibu dan anak yang lebih menarik. Aksesibilitas terhadap lokasi dan site proyek cukup mudah dilakukan, karena berada pada pusat kota. Rumah Bersalin Ibu dan Anak Sukajadi berseberangan dengan Taman Sukajadi, taman yang sering digunakan sebagai arena jalan-jalan dan bermain anak-anak di pemukiman sekitar. Dan kondisi tersebut mendukung akan perencanaan ini sebagai fungsi yang membantu pasien dalam terapi kesehatan nantinya.
Sedangkan, kondisi lansekap pada bangunan masih cukup memadai untuk dikembangkan. Namun, dalam pengembangan lansekap itu, proporsi skala luas taman dan tanaman, harus memperhatikan keserasian struktur dan utilitas bangunan terhadap lansekap yang ada, penataannya harus terintegrasi dan selaras.

5. Kajian Morfologi Arsitektur
Dalam mengkaji morfologi atau konsep bentuk arsitektur, perancangan re-desain bangunan Rumah Bersalin Sukajadi dilihat dari sudut pandang konteks masyarakat sekitar, serta bangunan-bangunan yang ada di sekitar site bangunan. Rumah bersalin ini terletak di bagian kota, dengan terdapat gedung-gedung modern yang telah ada di sisi-sisinya.
Karena itu, melalui pendekatan kontekstual arsitektur, konsep arsitektur modern diusahakan muncul pada bentuk bangunan ini. Agar kontekstual dengan karakter arsitektur bangunan sekitarnya yang sudah ada sekarang. Dengan menyatukan pendekatan arsitektur modern yang fungsional, efisien, rasional, dan minimalis yang senyawa pada desain bangunannya.
Sesuai dengan tujuan bangunan yang hendaknya fungsional, efisien, menarik tetapi tidak berlebihan. Kemudian, kreatifitas desain tidak ditekankan pada kelatahan gaya dan kemewahan material tetapi pada kemampuan mengadakan seblimasi antara fungsi teknis dan fungsi sosial bangunan, terutama fungsi bangunan sebagai sarana kesehatan.
Karakteristik arsitektur modern diimplementasikan dalam sistem konstruksi/struktur dan material seperti kaca, besi/baja, alumunium, permainan cahaya, dan beton.
Untuk pengembangan lingkungan, meliputi konteks luar dan dalam, outdoor dan indoor. Lingkungan luar (outdoor) yaitu tatanan fisik yang berada di luar ruang-ruang pada bangunan kesehatan. Begitu juga lingkungan dalam (indoor) yaitu tatanan fisik yang ada di dalam ruang-ruang. Perencanaannya mengandung unsur terapi (therapeutic) sebagai sarana pelayanan.



6. Analisis Sistem Struktur
Bangunan Rumah Bersalin Binafsika Bandung dirancang sesuai dengan kriteria minimal yang harus diperhatikan dalam perancangan sistem struktur yang disusun oleh Glasser. Diantaranya sistem struktur bangunan Rumah Bersalin Binafsika yang merupakan perombakan secara total dari Rumah Sakit Ibu dan Anak Sukajadi dirancang dengan metoda-metoda konstruksi sederhana yang tahan terhadap api, dan dapat mencegah kerusakan akibat waktu dan cuaca, mampu menahan semua beban dalam batas-batas yang memungkinkan.
Sistem struktur merupakan sistem yang merubah kekuatan-kekuatan eksternal menjadi mekanisme muat beban internal agar mendukung dan memperkuat bangunan. Dan bangunan tersebut dirancang agar mampu bertahan terhadap pengaruh gaya eksternal. Untuk itu, Rumah Bersalin Binafsika Bandung dirancang agar tahan terhadap gempa, tahan terhadap perubahan-perubahan suhu dan tahan terhadap pengaruh gaya internal maupun eksternal lainnya.
Dasar perencanaan struktur mengacu pada standar perencanaan dan peraturan-peraturan terbaru yang berlaku di Indonesia, antara lain: Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung tahun 1987, Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung tahun 1987, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SK SNI T-15-1991 03 (atau SNI 3687- 92), Pedoman Perencanaan Bangunan Baja untuk Gedung Tahun 1987, dan lain-lain.









7. Analisis Sistem Utilitas dan Infrastruktur

Pengembangan infrastruktur dan sistem utilitas Rumah Bersalin Binafsika Bandung harus memperhatikan sistem-sistem yang terkait dengan kepentingan bangunan tersebut. Seperti sistem sirkulasi dan lalu lintas; sistem air bersih, air kotor, dan persampahan; sistem drainase; sistem mekanikal, elektrikal, dan telekomunikasi; sistem pencegahan bahaya kebakaran, dan lain-lain. Dan harus terjadi kesinergian antara sistem yang baru yang terbentuk dari pembangunan tersebut dengan sistem yang lama.
Selain itu dalam perncangan perlu juga memperhatikan system yang mendukung keamanan dan kenyamanan yang sesuai dengan SNI Bangunan Gedung seperti : Sistem pengendali asap kebakaran, Sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk pencegahan bahaya kebakaran, Sarana jalan untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran, Akses bangunan dan akses lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran, Pencahayaan darurat, tanda arah dan system peringatan bahaya, Sistem Pencahayaan buatan dan sebagainya.

8. Analisis Topografi dan Geoteknik

Mengingat Bangunan Rumah Bersalin Binafsika adalah perombakan secara total dari Rumah Sakit Ibu dan Anak Sukajadi dan pembangunan tersebut mempertahankan Kondisi topografi yang ada yang relatif rata. Maka lahan dapat dimanfaatkan langsung untuk pengolahan tapak bangunan secara estetik dan struktural, dengan sedikit tindakan cut and fill. Adapun kondisi geoteknik pada lahan tersebut perlu dilakukan penyelidikan kembali agar diperoleh data yang mutakhir dan akurat.




9. Analisis Lansekap
Cara yang tepat untuk menciptakan kondisi rumah bersalin yang sehat, nyaman, dan ramah lingkungan. Sesuai dengan konsep therapeutic rumah bersalin ini sendiri. Yaitu arsitektur hijau harus menjadi prioritas. Sesuai dengan kondisi lahan yang ada, maka lingkup perancangan lansekap adalah meliputi tata hijau pada areal taman. Jenis tanaman yang dirancang diantaranya adalah:
(1) Pohon sebagai pengarah, ditanam pada sepanjang tepi jalan masuk utama, misalnya terdiri dari pohon palm raja, asoka dan bonsai;
(2) Pohon peneduh, ditata pada tepi jalur sirkulasi kendaraan bermotor, area halaman luar, dan ruang terbuka lainnya, dengan penanaman pohon cemara, flamboyan, dsb;
(3) Pohon pembatas, terdiri dari jenis pohon perdu dan semak yang berfungsi sebagai tanaman hias;
(4) Tanaman penutup tanah, adalah tanaman rumput gajah untuk permukaan ruang-ruang terbuka yang tanpa perkerasan;
(5) Sculpture dan lampu lampu jalan sebagai alat pengarah dan penerangan pada area jalan dan sekitar bangunan, di tata secara proporsi;
(6) Sementara itu, untuk ruang luar dengan perkerasan, ditata menggunakan bahan yang dapat meneruskan peresapan air hujan menggunakan pavingblock atau grassblock




11. Kriteria Umum

Sarana pelayanan kesehatan sekarang dirancang tidak hanya untuk mendukung dan memfasilitasi perkembangan terkini obat-obatan, teknologi, keselamatan pasien, namun juga mencakup pasien, keluarga, dan pemberi pelayanan dalam sebuah lingkungan yang mendukung secara psiko-sosial. Karakteristik dari lingkungan fisik tempat pasien menerima pelayanan, juga mempengaruhi keluaran (outcomes), tingkat kepuasan pasien, kepuasan staf, dan keluaran organisasi itu sendiri. Efeknya dapat berupa yang positif atau negatif. Tidak ada lingkungan yang netral.
Para arsitek sarana kesehatan, desainer interior, dan peneliti telah mengidentifikasi empat faktor kunci, yang mana jika diaplikasikan dalam desain lingkungan pelayanan kesehatan, dapat meningkatkan secara terukur keluaran pasien:
• Mengurangi atau menghilangkan penyebab stres lingkungan (environmental stressors)
• Menyediakan selingan yang positif (positive distractions)
• Memungkinkan dukungan sosial
• Memberikan perasaan untuk pengendalian (sense of control)
Bukti-bukti yang dikumpulkan dari peneliti pada proyek penelitian yang telah selesai menunjukan manfaat terukur pada hasil keluaran pasien, keselamatan, dan kualitas pelayanan, dari faktor-faktor seperti:
• Ketersedian jendela dan dampaknya pada pengalaman pasien
• Lingkungan yang tenang untuk pasien dan staf
• Kemudahan menemukan arah (wayfinding) dalam komplek bangunan
• Persoalan privasi dalam tata letak pelayanan kesehatan
• Lingkungan interior dan dampaknya pada orang, peralatan, dan penggunaan ruang
• Kontribusi warna-warna yang tepat pada pemulihan pasien.
Lingkungan pelayanan kesehatan dapat dikatakan berkualitas jika:
• Mendukung keunggulan mutu secara klinis pada tindakan terhadap pasien
• Mendukung kebutuhan spiritual dan psiko-sosial pasien, keluarga, dan staf
• Menghasilkan efek positif yang terukur pada keluaran klinis pasien dan efektivitas staf.
Untuk mendukung tercapainya keluaran berkualitas seperti yang disebutkan di atas, sebaiknya mempertimbangkan atribut pada ruang-ruang yang ada di dalam fasilitas Klinik Bidan Praktik Swasta atau Rumah Bersalin. Untuk layanan pada rumah bersalin ini lebih berpedoman pada layanan therapeutic environment, yaitu :
A. Efisiensi dan Efektivitas Biaya
Tata letak ruang klinik seharusnya:
• Menaikkan efisiensi staf dengan meminimalkan jarak perjalanan yang perlu antar ruang yang sering digunakan
• Membuat penggunaan ruang yang efisien dengan menempatkan ruang-ruang pendukung sehingga dapat digunakan bersama oleh ruang-ruang fungsional yang berdekatan, dan membuat ruang-ruang serbaguna secara hati-hati
• Memasukkan semua ruang yang diperlukan, namun tidak berlebihan. Hal ini membutuhkan pemrograman ruang pra-desain yang hati-hati.
• Pengelompokan atau pengkombinasian area-area fungsional dengan keserupaan persyaratan sistemnya.

B. Fleksibitas dan Pengembangan
Sebagaimana kebutuhan medis, cara penanganan, dan beban kerja yang terus berubah, fasilitas seharusnya:
• Mengikuti konsep perencanaan dan tata letak ruang yang modular
• Menggunakan ukuran standar ruang dan denah yang ditetapkan
• Dilayani oleh modular, akses yang mudah, dan modifikasi yang mudah pada sistem mekanikal dan elektrikal
• Saat ukuran dan program ruang mengizinkan, klinik dirancang berdasarkan sistem modular
• Arah pengembangan di masa depan yang terencana dengan baik
C. Kebersihan dan Sanitasi
Sanitasi dan penampilan kebersihan fasilitas klinik adalah tujuan penting. Tujuan itu dicapai melalui:
• Penyelesaian akhir yang tahan lama dan tepat untuk setiap ruang fungsional. Permukaan antimikroba dapat dipertimbangkan untuk digunakan di ruang yang tepat
• Pendetailan yang tepat pada tampilan seperti kusen pintu, jendela, dan elemen lain untuk mencegah penumpukan kotoran dan kesulitan pada proses pembersihannya
• Penempatan yang tepat dan memadai untuk ruang-ruang berkaitan urusan kebersihan dan sanitasi


D. Kemudahan Visibilitas
Untuk mendorong penggunaan fasilitas, klinik sebaiknya:
• Mudah ditemukan, terlihat secara jelas dari jalan masuk, dengan tanda pengarah yang baik dari jalan utama terdekat
• Mudah dikenali, dengan gambar yang jelas dan menyambut kedatangan pasien
• Mudah untuk memasukinya, dengan pintu masuk yang mudah dikenali dan dilihat, juga rute yang jelas dari area parkir
E. Aksesibilitas
Semua area, baik yang di dalam bangunan maupun di luar, sebaiknya:
 Tunduk pada persyaratan minimum tentang aksesibilitas ruang yang berlaku
 Mudah untuk diakses oleh para pasien, bahkan oleh pasien yang memiliki keterbatasan kemampuan fisik temporer maupun tetap.
F. Target Pelayanan
Beberapa aspek penting dalam menciptakan pelayanan yang berlandaskan pada therapeutic interior adalah:
• Penggunaan material yang relevan dengan budaya dan sudah lazim, dan tetap konsisten dengan kebutuhan sanitasi dan fungsional lainnya
• Penggunaan tekstur, warna-warna yang menarik. Perlu diperhatikan juga penggunaan warna yang sesuai dengan kondisi pasien. Alih-alih membuat pasien nyaman, pasien dapat merasa tidak nyaman jika penggunaan yang serampangan
• Pencahayaan alami dan buatan memiliki efek positif jika diperlakukan secara tepat
• Memberikan pemandangan luar ruang dari ruang inap pasien dan ruang manapun jika memungkinkan. Foto, lukisan pemandangan sangat membantu jika pemandangan luar ruang tidak tersedia
• Merancang proses way-finding yang baik. Setiap pasien, pengunjung, dan semua staf perlu tahu posisi mereka berada, kemana mereka menuju, bagaimana mereka menuju dan kembali. Elemen bangunan, warna, tekstur, dan pola seharusnya memberi isyarat, begitu juga dengan karya seni dan penanda yang ada di dalam dan luar klinik.
G. Estetika
Estetika terkait erat pada penciptaan therapeutic environment (suasana rumah, atraktif). Estetika juga penting terhadap citra publik dan dengan demikian menjadi alat pemasaran, baik untuk pasien maupun staf. Pertimbangan estetika mencakup:
• Penggunaan cahaya natural dan buatan yang baik, material alam, dan tekstur
• Penggunaan artwork atau karya seni
• Perhatian pada detil, proporsi, warna, dan skala
• Ruang publik yang terang, terbuka dan berskala tepat
• Bersuasana seperti di rumah dan berskala akrab pada ruang-ruang pasien dan ruang kerja
• Penanda yang menaikan penemuan arah (way-finding) yang optimal, memuaskan kebutuhan orientasi pada pasien yang baru pertama kali datang



H. Keamanan dan Keselamatan
Klinik juga harus mempertimbangkan beberapa aspek:
• Perlindungan terhadap properti klinik dan aset, termasuk obat-obatan
• Perlindungan pada pasien, bayi, keluarga pasien dan staf
• Perlindungan dari bahaya kejahatan dan kriminal yang mungkin terjadi di lingkungan klinik
I. Sustainibilitas
Klinik adalah bangunan publik yang memiliki dampak pada lingkungan dan ekonomi terhadap komunitas sekitarnya. Klinik adalah pengguna energi dan air (yang terkadang lebih besar kebutuhannya daripada rumah tinggal), dan juga menghasilkan sejumlah limbah. Pertimbangan itu harus diperhatikan dari awal perencanaan hingga operasionalnya, sehingga tidak akan menimbulkan efek negatif terhadap faktor lingkungan dan masyarakat.
Atribut-atribut pada bangunan klinik BPS dan Rumah Bersalin di atas merupakan panduan yang bersifat fleksibel. Terbuka sekali atribut lain sebagai input pada proses perencanaan dan desain. Setiap bangunan klinik adalah sebuah entitas yang unik, begitu juga masyarakat sekitarnya. Sehingga hal itu akan berpengaruh pada proses perencanaan dan desain klinik. Proses perancanaan dan desain bukanlah sekedar membuat ruang, yang kadang dianggap dalam sehari dapat muncul rancangannya.
Pertimbangan-pertimbangan di atas selalu diolah dan didiskusikan antara arsitek beserta pemilik proyek. Pemilik proyek pun sebaiknya melibatkan juga perwakilan staf dan pasien. Karena semakin banyak input diharapkan semakin matang rancangannya. Bahkan peran arsitek atau desainer juga penting pada waktu operasional klinik. Tentunya tujuan akhir nanti setelah terwujud fisik klinik adalah lingkungan klinik yang mendukung terwujudnya pelayanan kesehatan yang berkualitas.
12. Keselamatan Pada Bangunan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Judul : SNI 03 – 7011 – 2004 .
Acuan : NFPA 99, Health Care Facility, 2002 edition, National Fire
Protection Association.
Ringkasan isi :
1. Ruang lingkup
• Standar ini menetapkan kriteria untuk meminimalkan bahaya kebakaran, ledakan, dan kelistrikan pada bangunan fasilitas yang memberikan pelayanan kesehatan untuk manusia.
• Standar ini memuat persyaratan minimum untuk kinerja, pemeliharaan, pengujian dan tindakan yang aman untuk fasilitas, bahan, peralatan, dan peranti, termasuk bahaya lain yang terkait dengan bahaya primer.
2. Sistem kelistrikan.
• Persyaratan untuk iluminasi dan identifikasi pada sarana jalan ke luar dalam pelayanan kesehatan harus sesuai dengan SNI 03-6574-2000, tentang Tata Cara perencanaan pencahayaan darurat, tanda arah, dan sistem peringatan bahaya pada bangungan gedung.
• Sumber alternatif pada daya listrik darurat untuk iluminasi dan identifikasi sarana jalan ke luar harus dari sistem listrik esensial.
3. Sistem gas dan vakum.
• Potensi bahaya kebakaran dan ledakan yang berkaitan dengan sistem pemipaan sentral gas medik dan sistem vakum bedah medik harus dipertimbangkan dalam perancangan, pemasangan, pengujian, pengoperasian, dan pemeliharaan dari sistem ini.
4. Sistem lingkungan.
• Pasal ini berlaku untuk lokasi fasilitas pelayanan kesehatan di laboratorium dan anestesi.
• Udara yang dibuang dari daerah laboratorium harus tidak boleh diresirkulasi ke bagian lain dari fasilitas.

5. Bahan.
• Pasal ini diperuntukkan bagi setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang menggunakan bahan mudah menyala dan mudah terbakar.
• Pengelola fasilitas pelayanan kesehatan, berkonsultasi dengan staf medik dan pihak lainnya yang terlatih dan ahli, untuk memastikan kecukupan ruang penyimpanan untuk bahan disinfektan dan obat-obatan dan harus menyediakan dan memberlakukan peraturan untuk penyimpanan dan penanganan kontainer dan bahan-bahan tersebut. Peraturan itu juga harus mensyaratkan pemeriksaan dan pemeliharaan secara berkala lokasi penyimpanan tersebut.



6. Peralatan gas.
• Pasal ini berlaku untuk penggunaan, pada tekanan atmosfer normal, dan semua yang berikut :
• Gas medik yang tidak mudah terbakar.
• Uap dan aerosol.
• Peralatan yang diperlukan untuk pengelolaan.
• Istilah oksigen dalam pasal ini, diartikan sebagai oksigen 100% atau campuran oksigen dengan udara.
• Pasal ini tidak berlaku untuk atmosfer khusus, seperti yang ditemui pada ruang hiperbarik.

7. Laboratorium.
• Pasal ini menetapkan kriteria untuk meminimalkan bahaya ledakan dan kebakaran di laboratorium, seperti didefinisikan. Pasal ini tidak dimaksudkan untuk mencakup bahaya sebagai akibat dari penggunaan ceroboh dari bahan kimia, bahan radio aktif, atau bahan biologi yang tidak akan mengakibatkan kebakaran atau ledakan.
• Banyak persyaratan untuk melindungi terhadap kebakaran atau ledakan, seperti untuk sistem pembuangan kerudung uap, juga melindungi personil dari terekspos ke bahaya kesehatan bukan kebakaran dari bahan tersebut.
8. Manajemen pelayanan kesehatan darurat.
• Pasal ini dapat dipakai untuk fasilitas pelayanan kesehatan manapun yang dimaksudkan untuk memberikan pelayanan medik sewaktu terjadi keadaan darurat atau tetap memberikan bantuan kepada pasien selama terjadinya suatu bencana,
• Pasal ini memberikan penjelasan hal itu dengan tanggung jawab untuk merancang manajemen darurat dalam fasilitas pelayanan kesehatan dengan suatu kerangka untuk menilai, meringankan, menyiapkan, merespon, dan memulihkan dari bencana. Pasal ini dimaksudkan untuk menolong membuat rencana manajemen dalam rapat.
9. Persyaratan rumah sakit.
• Pasal ini berlaku untuk rumah sakit seperti yang telah didefinisikan. Seperti digunakan pada pasal ini, istilah rumah sakit (kecuali bila secara jelas menunjuk kepada suatu struktur fisik) harus berarti wujud dan porsi dari struktur pengurus internal yang mempunyai tanggung jawab atas elemen operasi rumah sakit yang dicakup oleh pasal ini, termasuk rancangan bangunan gedung, persyaratan pembelian, prosedur inspeksi, skedul perawatan, dan program pelatihan yang berpengaruh untuk penggunaannya.
10. Persyaratan Sanitasi dalam Bangunan
• Menjamin tersedianya sarana sanitasi yang memadai dalam menunjang terselenggaranya kegiatan didalam bangunan ssuai dengan fungsinya.
• Menjamin terwujudnya kebersihan, kesehatan, dan memberikan kenyamanan bagi pengguna bangunan dan lingkungan.
• Menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan sanitasi secara baik.




11. Persyaratan Ventilasi dan Pengkondisian Udara
• Menjamin terpenuhinya kebutuhan udara yang cukup baik alami maupun buatan dalam menunjang terselenggaranya kegiatan dalam bangunan sesuai dengan fungsinya
• Menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan tata udara secara baik

12. Persyaratan Pencahayaan
• Menjamin terpenuhinya kebutuhan pencahayaan yang cukup baik alami maupun buatan dalam menunjang terselenggaranya kegiatan dalam gedung sesuai dengan fungsinya.
• Menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan pencahayaan secara baik.

13. Persyaratan Kebisingan dan Getaran
• Menjamin terwujudnya kehidupan yang nyaman dari gangguan suara dan getaran yang tidak diinginkan.
• Menjamin adanya kepastian bahwa setiap usaha atau kegiatan yang menimbulkan dampak negatif suara dan getaran perlu melakukan upaya pengendalian pencemanran dan atau perusakan lingkungan.

14. Persyaratan peruntukan dan intensitas
• Menjamin bangunan didirikan berdasarkan ketentuan tata ruang dan tata bangunan yang ditetapkan di daerah yang bersangkutan
• Menjamin bangunan dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya
• Menjamin keselamatan pengguna, masyarakat, dan lingkungan

15. Persyaratan Arsitektur dan Lingkungan
• Menjamin terwujudnya bangunan yang didirikan berdasarkan karakteristik lingkungan, ketentuan wujud bangunan, dn budaya derah sehingga seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya (fisik, sosial, dan budaya).
• Menjamin terwujudnya tata ruang hijau yang dapat memberikan keseimbangan dan keserasian bangunan terhadap lingkungannya.
• Menjamin bangunan dibangun dan dimanfaatkan dengan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.

16. Persyaratan Struktur Bangunan
• Menjamin terwujudnya bangunan yang dapat mendukung beban yang timbul akibat perilaku alam dan manusia.
• Menjamin keselamatan manusia dari kenungkinan kecelakaan atau luka yang disebabkan oleh kegagalan struktur bangunan.
• Menjamin kepentingan manusia dari kehilangan atau kerusakan benda yang disebabkan oleh perilaku struktur.
• Menjamin perlindungan properti lainnya dari kerusakan fisik yang disebabkan oleh kegagalan struktur.










BAB IV
PENUTUP

1.1. KESIMPULAN
Dari bab pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam proses merancang penting bagi seorang arsitek untuk memperhatikan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh pemerintah khususnya dari Dinas Kesehatan sehingga sbangunan tersebut dapat menjadi bangunan yang representatif dan bermanfaat luas bagi masyarakat. Dan pembangunan fasilitas kesehatan ini pun diperlukan telaah khusus dalam membuat bangunan pada lingkungan masyarakat agar juga dapat mengakomodasi kebutuhan yang diperlukan oleh setiap individu yang ada pada wilayah bangunan tersebut.
Oleh karena itulah bagi seorang arsitek, sangat diharapkan untuk tidak mengabaikan standarisasi pembangunan terutama bangunan yang bertujuan untuk membantu masyarakat di bidang kesehatan karena pembangunan ini menyangkut hajat hidup orang banyak.

1.2. SARAN
Saran yang dapat penyusun sampaikan disini salah satunya berupa masukan dalam membuat konsep perancangan sebuah bangunan akan lebih baik jika tidak hanya disesuaikan dengan kebutuhan system ataupun standar baku pembangunan fasilitas social tetapi juga pada aspek sosial dan pola kebudayaan masyarakat ,serta bagaimana bangunan itu dapat bersifat sustainability hingga dapat mengikuti pola perubahan perilaku masyarakat yang menjadi pengguna bangunan tersebut pada setiap masa.

Sabtu, 15 Januari 2011

awas mutilasi aqidah

Sudah sejauh mana kita sadar bahwa ada berapa banyak para “pembunuh aqidah” yang berada disekitar kita? Atau mungkin ada di dekat kita,sangat dekat. ada banyak saudara-saudara kita yang rela menggadaikan aqidahnya hanya untuk sebungkus mie,gula dan bahan makanan pokok yang lainya. Hanya untuk bisa makan,kita rela menggadaikan keimanan kita, keislaman kita hanya untuk sebungkus mie dan iming-iming kehidupan duniawi yang lebih baik.

Saudaraku, tidak ada manusia yang akan menanggung dosa dari pengikut ajarannya. Tidak akan ada manusia yang akan rela mati tersiksa demi menebus dosa-dosa seluruh pengikutnya dan tidak ada manusia yang menjadi korban penebusan dosa pengikutnya bisa diangkat menjadi Tuhan. Tidak ada saudaraku.

Allah berfirman yang artinya: “Dan berkatalah orang-orang kafir kepada orang-orang yang beriman: "Ikutilah jalan kami, dan nanti kami akan memikul dosa-dosamu", dan mereka (sendiri) sedikitpun tidak (sanggup), memikul dosa-dosa mereka. Sesungguhnya mereka adalah benar-benar orang pendusta” (QS Al-‘Ankabuut:12). Pada ayat lain Allah menegaskan bahwa: Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain[526]. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan."

Saudaraku, hanya Islam yang akan membawa kita pada keselamatan dunia dan akhirat. Tidak ada yang dapat menolong kita selain Allah. Hanya Allah saja, tidak ada yang lain. Yang Maha Esa. Hanya satu, tidak tiga, ataupun lima. Tidak ada Tuhan yang dapat menjadikan diri-Nya menjadi tiga dalam bentuk yang berbeda dan makna yang berbeda. Tuhan kita hanya satu yaitu Allah SWT saja. Allah yang tidak pernah tidur, tidak punya anak, tidak pernah lalai dan sesembahan yang dibutuhkan manusia.
Allah berfirman:Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu[1307] dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain[1308]. Kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada)mu. (QS Az-Zumar: 7)

Saudaraku. Ada banyak para “pembunuh aqidah” yang berkeliaran disekitar kita yang tidak kita sadari. Oleh karena itu jagalah iman dan keislaman kita yang sudah kita milki sejak kita lahir. Hanya keimanan kepada Allah yang akan membawa kita kepada kebahagiaan akherat dan dunia. Karena aqidah yang lurus dan benar adalah mengakui bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan-Nya. Tuhan yang Maha Esa. Bukan yang lain!

jangan berhenti

lelah menghampiri...
jiwa yang putus asa...
langkah yang gontai...
pesona yang pudar...
kesedihan yang tak berujung...
enggan memikirkan apapun...

untuk jiwa-jiwa yang sepi tanpa ada makna yang berarti dalam menjalani kehidupan...
untuk jiwa-jiwa yang bingung akan dibawa kemana hidup ini...
untuk jiwa-jiwa yang dilecehkan manusia karena kekurangan diri yang dominan...
dan untuk jiwa-jiwa yang di acuhkan karena tidak sama dengan manusia lainnya...

jangan berhenti...

walau sakit tetap harus ditempuh...
tidak perduli walau harus terluka...
tidak perduli walau harus menangis...
tidak perduli walau harus banyak kehilangan...
tidak perduli walau banyak yang mencemooh...
tidak perduli betapa banyak yang menghinakan...
tidak perduli walau harus sendiri di bumi ini...

tidak peduli walau harus selalu gagal...
harus tetap di coba...
sampai kapanpun...
sampai menang...

karena ingin menang, maka jangan berhenti berjuang...

begitulah seharusnya laki-laki

ingin mandi ujan...

tanpa baju dan hanya pakai kolor.. berlari-lari sambil tertawa kegirangan...

melempar mangga muda tetangga kemudian lari tunggang langgang karena di marahi pakai celurit...

lalu pergi bermain bola di lapangan tanah yang becek dan kotor dan petir menyambar-nyambar garang..

dan ketika pulang ke rumah omelan ibu sangat menyenangkan utuk mengahangatkan tubuhku yang kedinginan...

begitulah seharusnya anak laki-laki..

nakal tapi tetap sayang ibu..



kabur dari rumah dan pergi kehutan belantara di belakanbg rumah hanya untuk menangkap ikan bersama teman-teman...

kaos lusuh, kolor merah chicago bulss, sendal jepit dan pancing bambu dengan senar dan kail serta cacing siap untuk beroperasi..

sore hari pun menjelang dan kami mau pulang tetapi gonggongan anjing membuat kami panik dan aku pun menangis kemudian berlari sekencang-kencangnya..

berlari dan berlari tetapi sendalku terperangkap di dalam lumpur, sedang teman-teman yang lain sudah lari terbirirt-birit sambil bersumpah serapah..

dan aku hany menangis..

menangis ingin sendal tetapi disana ada anjing galak menyalak-nyalak tanpa ampun..

akhirnya seorang teman kembali setelah menyadari bahwa aku tertinggal di belakangnya dan dia mengamblkan sendalku lalu kami berlari layaknya flash-pahlawan komik yang mampu berlari secepat kilat-..

aku pulang dengan senyum dan menganggap tidak ada yang terjadi...

begitulah seharusnya anak laki-laki..

berbuat dan mengambil resiko tetapi tidak membuat orang tua khawatir...



waktu aku masih TK..

aku bermain di taman kanak-kanak tanpa lelah...

mobil jemputanpun tiba tapi aku tak bergeming..

tetap bermain dengan senyum dan tawa bahagia walau gigi depan ku dulu ompong..

hahaha, ingin tertawa rasanya..

jemputan sudah pergi tanpa aku..

di rumah ibu menunggu kepulanganku, tapi beliau tak mendapatiku pulang samapai jam15.00..

ibu bertanya ke sopir penjemput-namanya kakek tukijan- semoga Allah mengampuni dosa-dosa beliau..

ibu,"kemana anggi"

kakek,"astaghfirullah..."

lantas kakek bergegas mencari ku di TK..

dia mendapatiku sedang duduk di depan TK seolah-olah baru menunggu mobil jemputan..

dengan wajah innocent aku hany tertawa dan ikut pulang...

begitulah seharusnya anak laki-laki...

walau terlihat mampu dan bisa hidup sendiri tetapi tetap butuh pelukan hangat ibu...



hahaha...

aku laki-laki..

ya begitulah seharusnya..

tetap laki-laki..

^_^

Kamis, 13 Januari 2011

seminar perancangan arsitektur upi bandung 2011

BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG

Setiap negara di dunia hampir semua memiliki komunitas Muslim. Komunitas Muslim yang terus berkembang dalam konteks tata kehidupan beragama. Tempat di mana bermukim komunitas muslim lazimnya akan mudah ditemui bangunan masjid. Bangunan masjid menjadi salah satu eksistensi fisikal komunitas berpenduduk Muslim. Keberadaan masjid ini menjadi sebuah keniscayaan karena merupakan salah satu sarana ibadah yang utama. Di dalam bangunan masjid dilaksanakan sejumlah ritual ibadah utama bagi umat muslim yang utamanya adalah shalat berjamaah.
Masjid merupakan sarana ibadah umat Muslim yang sudah barang tentu sangat menyatu berurat berakar dengan kehidupan dan kebudayaan bangsa Indonesia yang secara defacto berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia secara ‘kuantitatif’ terlepas dari pertimbangan ‘kualitatif’nya.
Ketika Islam mulai berkembang di Indonesia, khususnya di Jawa, arsitektur Islam diperkenalkan oleh para ‘’wali'’, sebagai orang yang dianggap dekat dengan Tuhan dan diyakini memiliki berbagai kelebihan. Para wali bertugas mengajarkan agama Islam dan sangat menghormati kebudayaan yang berkembang sebelum masuknya agama islam di Indonesia. Karena itulah para wali sangat dihormati dan disegani, sehingga karya-karya arsitektur Islam saat itu masih memperlihatkan perpaduan budaya lama dan budaya baru dalam arsitektur Islam.
Tetapi memasuki dekade 1960-an, mulai muncul gaya-gaya baru dalam arsitektur masjid di Indonesia. Gaya-gaya arsitektur yang baru tersebut banyak muncul dari kalangan intelektual Islam yang telah mengenyam pendidikan seni rupa dan arsitektur di ITB Bandung yang saat ini pernah dididik oleh guru-guru gambar dan arsitek-arsitek Belanda. Arsitektur masjid dengan gaya baru di Indonesia, mulai muncul saat pembangunan Masjid Istiqlal di Jakarta. Meskipun masjid merupakan karya arsitektur Islam, tetapi ternyata Masjid Istiqlal di Jakarta adalah karya arsitek ternama Indonesia non Muslim. Arsitek Masjid Istiqlal adalah Frederick Silaban, seorang umat Nasrani yang menempuh pendidikan arsitekturnya di ITB Bandung. Meskipun arsitek ini bukan seorang Muslim, namun dapat menghayati fungsi masjid sebagai perwujudan penting umat Islam.
Wujud arsitektur Masjid Istiqal merupakan hasil dari suatu proses sayembara, di masa pemerintahan Presiden Soekarno pada dekade 1960-an. Hasrat membangun kebudayaan bangsa yang telah merdeka, menjadi faktor kuat dalam pembangunan masjid baru. Saat itu Presiden Soekarno menginginkan Indonesia memiliki Masjid Agung dengan arsitektur yang memiliki gaya abadi, penuh kemegahan dan kebesaran, serta memancarkan cahaya kebesaran Tuhan. Masjid Istiqlal diharapkan dapat menampung umat l.k. 20.000 orang, dengan luas bangunan 5000 m2.
Kemegahan dan kebesaran arsitektur ini diwujudkan dalam skala dan struktur bangunan di lingkungan Taman Wijaya Kusuma, di atas bekas tanah benteng pendam di zaman penjajahan Belanda, yang ada di jantung Kota Jakarta. Arsitektur Masjid Istiqlal menyiratkan prinsip-orinsip arsitektur modern, tidak lagi bertitik-tolak dari bentuk-bentuk masjid yang telah ada sebelumnya di Indonesia, maupun yang ada di negara-negara Islam lainnya. Struktur masjid Istiqlal menggunakan konstruksi baja dan beton. Bentuk denah masjid persegi dengan struktur yang kokoh, disusun oleh deretan kolom-kolom persegi, sehingga menimbulkan dimensi yang besar, yang mampu menopang kubah raksasa setengah bola. Semua bagian dan ruang berskala besar dan diberi warna putih keabu-abuan.
Masjid Istiqlal adalah tonggak sejarah perkembangan arsitektur Islam modern di Indonesia. Masjid karya arsitek F. Silaban ini kini telah menjadi monumen nasional, dengan nilai-nilai sejarah kebudayaan Indonesia. Arsitektur Masjid Istiqlal memperlihatkan kesatuan struktur yang menyiratkan kesatuan ide bangunan sebagai tempat manusia bersujud kepada Tuhan, serta menyiratkan citra keabadian kebenaran dalam Islam.
Ketika masjid pertama kalinya dibangun oleh Nabi Muhammad SAW, justru mewujudnya sangat sederhana sekali. Prototipe masjid beliau adalah ‘’masjid lapangan,'’ sebab unsur utamanya adalah lapangan di bagian tengah denah, kemudian di kelilingi oleh tembok pembatas. Konsep ini juga merupakan kebiasaan adat lama Arab, yang memanfaatkan bentuk lapangan terbuka di antara dinding-dinding pembatas, untuk menampung aktivitas pertemuan dan berbagai aktivitas lainnya di dalam masjid.
Jadi pada awalnya, bentuk arsitektur masjid bukanlah merupakan bangunan yang megah, penuh keindahan, tetapi justru sangat sederhana, tetapi fungsional. Dalam perkembangannya kemudian, arsitektur masjid menunjukkan berbagai bentuk gaya yang berkembang di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Masjid Istiqlal merupakan salah satu masjid yang arsitekturnya diharapkan bisa menunjukkan identitas nasional dari bangsa Indonesia dan mendokumentasikan kerukunan umat beragama.


1.2. RUMUSAN MASALAH
1.2.1. Apakah benar bahwa arsitektur masjid karya arsitek Ahmad Noeman merupakan arsitek kontemporer?
1.2.2. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi suatu bangunan dapat di katakan sebagai bangunan kontemporer?
1.2.3. Apa kaitan dari globalisasi terhadap modernisme dan modernisme terhadap kontemporer?


1.3. TUJUAN STUDI
1.3.1. Sebagai salah satu literatur bagi pembaca untuk dapat mengetahui mengenai arsitektur kontemporer dan apa saja yang melatarbelakanginya.
1.3.2. Memberikan pencerahan bagi pembaca maupun penulis mengenai dampak globalisasi terhadap sikap seorang arsitek ber-arsitektur.
1.3.3. Menambah pengetahuan pembaca serta penulis mengenai arsitektur kontemporer.

1.4. MANFAAT STUDI
1.4.1. Menjadi salah satu bahan literatur yang membahas mengenai arsitektur kontemporer yang dapat di gunakan oleh semua pembaca yang tertarik mengetahui mengenai arsitektur kontemporer ataupun pembaca yang sedang mengerjakan penelitian/studi kasus mengenai arsitektur kontemporer.

1.5. PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN
1.5.1. Pendekatan yang digunakn adalah dengan metode perbandingan atau studi kasus serta studi literature dengan mengumpulkan informasi dan data-data terkait dengan hal yang sedang digarap yaitu arsitektur kontemporer.

1.6. SISTIMATIKA LAPORAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
1.2. RUMUSAN MASALAH
1.3. TUJUAN STUDI
1.4. MANFAAT STUDI
1.5. PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN
1.6. SISTIMATIKA LAPORAN

BAB II KAJIAN LITERATUR
2.1 MASJID
2.2 PENGERTIAN MODERNISME
2.3 PENGERTIAN NEO-MODERNISME
2.4 ARSITEKTUR KONTEMPORER
2.5 GLOBALISASI DAN ARSITEKTUR KONTEMPORER
2.6 SANG ARSITEK : ACHMAD NOEMAN

BAB III PEMBAHASAN
3.1. MASJID SALMAN INSTITUTE TEKNOLOGI BANDUNG (ITB) SEBUAH MAHA KARYA INTERNASIONAL
3.2. PENILAIAN KARAKTERISTIK AKUSTIK BANGUNAN MASJID SALMAN
ITB
3.3. PENILAIAN
BAB IV ANALISIS
4.1. ATAP LENGKUNG DATAR DAN LANTAI PILOTIS
4.2. TANPA ORNAMEN DAN TANPA KOLOM INTERNAL
4.3. CIRI ARSITEKTUR MASJID SALMAN

BAB IV PENUTUP
BAB V DAFTAR PUSTAKA


BAB II KAJIAN LITERATUR
2.1. MASJID
Masjid atau mesjid adalah rumah tempat ibadah umat Muslim. Masjid artinya tempat sujud, dan mesjid berukuran kecil juga disebut musholla, langgar atau surau. Selain tempat ibadah masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan - kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.

• Etimologi
Masjid berarti tempat beribadah. Akar kata dari masjid adalah sajada dimana sajada berarti sujud atau tunduk. Kata masjid sendiri berakar dari bahasa Aram. Kata masgid (m-s-g-d) ditemukan dalam sebuah inskripsi dari abad ke 5 Sebelum Masehi. Kata masgid (m-s-g-d) ini berarti "tiang suci" atau "tempat sembahan".Kata masjid dalam bahasa Inggris disebut mosque. Kata mosque ini berasal dari kata mezquita dalam bahasa Spanyol. Sebelum itu, masjid juga disebut "Moseak", "muskey" , "moscey" , dan "mos'key". Diduga kata-kata ini mengandung nada yang melecehkan.[rujukan?]. Contohnya pada kata mezquita yang diduga berasal dari kata mosquito. Tapi, kata mosque kemudian menjadi populer dan dipakai dalam bahasa Inggris secara luas.

• Sejarah
Menara-menara, serta kubah masjid yang besar, seakan menjadi saksi betapa jayanya Islam pada kurun abad pertengahan. Masjid telah melalui serangkaian tahun-tahun terpanjang di sejarah hingga sekarang. Mulai dari Perang Salib sampai Perang Teluk. Selama lebih dari 1000 tahun pula, arsitektur Masjid perlahan-lahan mulai menyesuaikan bangunan masjid dengan arsitektur modern.

• Masjid pertama
Ketika Nabi Muhammad saw tiba di Madinah, beliau memutuskan untuk membangun sebuah masjid, yang sekarang dikenal dengan nama Masjid Nabawi, yang berarti Masjid Nabi. Masjid Nabawi terletak di pusat Madinah. Masjid Nabawi dibangun di sebuah lapangan yang luas. Di Masjid Nabawi, juga terdapat mimbar yang sering dipakai oleh Nabi Muhammad saw. Masjid Nabawi menjadi jantung kota Madinah saat itu. Masjid ini digunakan untuk kegiatan politik, perencanaan kota, menentukan strategi militer, dan untuk mengadakan perjanjian. Bahkan, di area sekitar masjid digunakan sebagai tempat tinggal sementara oleh orang-orang fakir miskin. Saat ini, Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjid al-Aqsa adalah tiga masjid tersuci di dunia.



2.2. PENGERTIAN MODERNISME
a. Arsitektur Modern
Pada dasarnya setiap masyrakat menginginkan perubahan dari keadaan sebelumnya yang di rasa atau di anggap kurang baik menjadi keadaan yang lebih baik dengan harapan akan tercapainya kehidupan yang lebih maju dan makmur. Keinginan akan adanya perubahan itu adalah awal dari suatu proses modernisasi.
Berikut ini adalah beberapa pengertian modernisasi dari beberapa pakar, Wilbert E Moore, modernisasi adalah suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial ke arah pola-pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri negara yang stabil. Menurut J W School, modernisasi adalah suatu transformasi, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya.
Berdasar pada dua pendapat diatas, secara sederhana modernisasi dapat diartikan sebagai perubahan masyarakat dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern dalam seluruh aspeknya. Bentuk perubahan dalam pengertian modernisasi adalah perubahan yang terarah yang didasarkan pada suatu perencanaan yang biasa dinisbatkan dengan social planning.
Arsitektur modern tidak bermula dengan revolusi yang tidak dengan tiba – tiba membuang yang pra modern dan menggantinya dengan geometris sebagai satu – satunya rupa arsitektur, tetapi secara setahap demi setahap menghapuskan ornamen – ornamen dan dekorasi yang digantikan oleh geometri. Arsitektur modern diketahui telah berkembang lebih kurang setengah abad, berawal kira – kira tahun 1920 hingga 1960 dan pada bulan September 1930 telah diadakan suatu konggres oleh CIAM yang menghasilkan metode berpikir secara rasional untuk membangun kembali bangunan – bangunan yang hancur akibat perang dunia II. Dalam hal ini mereka menerapkan kecepatan dalam membangun (pabrikasi komponen bangunan), efisien, ekonomis, dan rasional. Penekanannya pada rasionalitas. Bangunan yang demikian ini dianggap mencerminkan fungsinya dan gejala ini melintasi batas negara dan budaya, sehingga dapat dianggap bersifat Internasional.
Arsitektur modern mempunyai pandangan bahwa arsitektur adalah ‘olah pikir’ dan bukan ‘olah rasa’ (tahun 1750), dan ‘permainan ruang’ dan bukan ‘bentuk’. Sejalan dengan kemajuan teknologi yang pesat ikut mempengaruhi arsitektur. Munculnya teknologi bahan bangunan yang mendukung arsitektur modern. Misalnya kaca yang dapat digunakan untuk mengekspresikan space atau ruang. Karena ciri – cirinya yang ‘ada tap i tak terlihat’. Selain itu untuk mewujudkan kecepatan dalam membangun maka dilakukan dengan produksi masal bahan bangunan sehingga mengakibatkan arsitektur modern dapat menembus batas budaya dan geografis, dan arsitektur menjadi suatu gaya internasional serta bangunan – bangunan di dunia menjadi seragam. Ornamen – ornamen dalam bangunan dianggap suatu kejahatan dan klasisme yang pernah dipakai oleh kaum fasis dan nazi menjadi symbol yang negatif dan perlu diolah.
Arsitektur modern merupakan Internasional Style yang menganut Form Follows Function ( bentuk mengikuti fungsi ). Bentukan platonic solid yang serba kotak, tak berdekorasi, perulangan yang monoton, merupakan ciri arsitektur modern. Suasana degradatif ditampilkan oleh adanya arsitektur modern yang telah tidak mampu membedakan dirinya dari sebarang bangunan ( arsitektur itu lebih dari sekedar bangunan ), gubahan olah seni atau olah nalar atau keduanya tidak jelas karena prosesnya telah sedemikian mekanistik dan terformulasi keinginan untuk mendongkrak kembali degradasi ini. Hal ini justru merupakan kesalahan karena yang muncul malah cemoohan dan kelainan.
Gerakan yang mengarah ke keadaan suatu langgam dan selalu berpedoman pada rasionalitas dan fungsionalitas ini, mengakibatkan reaksi dan kritik dari masyarakat. Masyarakat merasa jenuh, dan keterasingan akan budaya masa lalu mereka. Salah satu kerangka teoritis yang menonjol dalam menentang doktrin arsitektur modern ini dikemukakan oleh Robert Venturi dalam bukunya : Complexity and contradiction in Architecture. Kerangka teoritis tersebut adalah ‘less is bore’ yang menentang doktrin ‘less is more’ dari L. M. Van Der Rohe. Karenanya arsitektur modern mengalami kemerosotan popularitas, bahkan oleh beberapa arsitek dikatakan telah mati dengan tanda resmi kematiannya; saat diledakkannya permukiman orang Negro ‘Pruit Igoe’ karya Yamasaki di St. Louis pada tahun 1972.

Ciri – ciri dari arsitektur modern adalah:
- Satu gaya Internasional atau tanpa gaya (seragam)
Merupakan suatu arsitektur yang dapat menembus budaya dan geografis.
- Berupa khayalan, idealis
- Bentuk tertentu, fungsional
Bentuk mengikuti fungsi, sehingga bentuk menjadi monoton karena tidak diolah.
- Less is more
Semakin sederhana merupakan suatu nilai tambah terhadap arsitektur tersebut.
- Ornamen adalah suatu kejahatan sehingga perlu ditolak
Penambahan ornamen dianggap suatu hal yang tidak efisien. Karena dianggap tidak memiliki fungsi, hal ini disebabkan karena dibutuhkan kecepatan dalam membangun setelah berakhirnya perang dunia II.
- Singular (tunggal)
Arsitektur modern tidak memiliki suatu ciri individu dari arsitek, sehingga tidak dapat dibedakan antara arsitek yang satu dengan yang lainnya (seragam).
- Nihilism
Penekanan perancangan pada space, maka desain menjadi polos, simple, bidang-bidang kaca lebar. Tidak ada apa–apanya kecuali geometri dan bahan.
b. Arsitektur Post Modern
Arsitektur Post Modern bermula dari kejenuhan masyarakat terhadap arsitektur modern, maka timbullah gerakan pembenahan dari para arsitek Arsitektur post modern ini muncul dalam tiga versi atau sub langgam yaitu: purna modern, pasca modern, dan dekonstruksi (banyaknya pengertian maupun versi tentang post modern ini memang telah membuat sejumlah pihak mengalami kebingungan khususnya untuk menentukan siapa dan mana yang dapat dipercaya atau dapat diandalkan sebagai yang benar). Arsitektur purna modern dan neo modern merupakan hasil pemikiran arsitektur untuk mengkoreksi degradasi yang terjadi. Pertanda pertama berakhirnya arsitektur modern adalah dengan meninggalnya keempat empu arsitektur modern. Selain itu juga karena adanya protes keras dari masyarakat awam Eropa, mereka beranggapan bahwa suatu pembangunan yang didahului dengan pembongkaran atau penghancuran tak perlu melibatkan campur tangan arsitek, sembarang orang juga dapat melakukannya. Arsitek ditantang untuk membangun tanpa merusak sehingga muncullah arsitektur purna modern yang mendamaikan antara yang baru dan lama.
Simpulan yang paling mencolok adalah bahwa cita - cita yang dikumandangkan oleh modernisme yaitu menolak elektikisme tetapi malah ditampilkan, ini merupakan tanda – tanda berakhirnya arsitektur modern. Arsitektur post modern melakukan gugatan – gugatan besar pada arsitektur modern yang ditujukan terhadap sifat arsitektur modern yang totalitarian dan fungsional/utilitarian.

Ciri–ciri umum Arsitektur post modern:
Untuk lebih memperjelas pengertian arsitektur post modern, Charles Jencks memberikan daftar ciri–ciri sebagai berikut:
1. Ideological
Suatu konsep bersistem yang menjadi asas pendapat untuk memberikan arah dan tujuan. Jadi dalam pembahasan Arsitektur post modern, ideological adalah konsep yang memberikan arah agar pemahaman arsitektur post modern bisa lebih terarah dan sistematis.
a. Double coding of Style
Bangunan post modern adalah suatu paduan dari dua gaya atau style, yaitu :
Arsitektur modern dengan arsitektur lainnya.
b. Popular and pluralist
Ide atau gagasan yang umum serta tidak terikat terhadap kaidah tertentu, tetapi memiliki fleksibilitas yang beragam. Hal ini lebih baik dari pada gagasan tunggal.
c. Semiotic form
Penampilan bangunan mudah dipahami, Karena bentuk–bentuk yang tercipta menyiratkan makna atau tujuan atau maksud.


d. Tradition and choice
Merupakan hal–hal tradisi dan penerapannya secara terpilih atau disesuaikan dengan maksud atau tujuan perancang.
e. Artist or client
Mengandung dua hal pokok yaitu:
- Bersifat seni (intern)
- Bersifat umum (extern)
Yang menjadi tuntutan perancangan sehingga mudah dipahami secara umum.
f. Elitist and participative
Lebih menonjolkan suatu kebersamaan serta mengurangi sikap borjuis seperti dalam arsitektur modern.
g. Piecemal
Penerapan unsur–unsur dasar, secara sub–sub saja atau tidak menyeluruh. Unsur–unsur dasar seperti: sejarah, arsitektur vernakular, lokasi, dan lain–lain.
h. Architect, as representative and activist
Arsitek berlaku sebagai wakil penerjemah, perancangan dan secara aktif berperan serta dalam perancangan.

2. Stylitic (ragam)
Gaya adalah suatu ragam (cara, rupa, bentuk, dan sebagainya) yang khusus. Pengertian gaya – gaya dalam arsitektur post modern adalah suatu pemahaman bentuk, cara, rupa dan sebagainya yang khusus mengenai arsitektur post modern:
a. Hybrid Expression
Penampilan hasil gabungan unsur–unsur modern dengan:
- Vernacular
- Local
- Metaphorical
- Revivalist
- Commercial
- contextual
b. Complexity
Hasil pengembangan ideology–ideology dan ciri–ciri post modern yang mempengaruhi perancangan dasar sehingga menampilkan perancangan yang bersifat kompleks. Pengamat diajak menikmati, mengamati, dan mendalami secara lebih seksama.

c. Variable Space with surprise
Perubahan ruang–ruang yang tercipta akibat kejutan, misalnya: warna, detail elemen arsitektur, suasana interior dan lain–lain.



d. Conventional and Abstract Form
Kebanyakan menampilkan bentuk–bentuk konvensional dan bentuk–bentuk yang rumit (popular), sehingga mudah ditangkap artinya.
e. Eclectic
Campuran langgam–langgam yang saling berintegrasi secara kontinu untuk menciptakan unity.
f. Semiotic
Arti yang hendak di tampilkan secara fungsi.
g. Varible Mixed Aesthetic Depending On Context
Expression on content and semantic appropriateness toward function. Gabungan unsur estetis dan fungsi yang tidak mengacaukan fungsi.
h. Pro Or Organic Applied Ornament
Mencerminkan kedinamisan sesuatu yang hidup dan kaya ornamen.
i. Pro Or Representation
Menampilkan ciri–ciri yang gamblang sehingga dapat memperjelas arti dan fungsi.
j. Pro-metaphor
Hasil pengisian bentuk–bentuk tertentu yang diterapkan pada desain bangunan sehingga orang lebih menangkap arti dan fungsi bangunan.
k. Pro-Historical reference
Menampilkan nilai-nilai histori pada setiap rancangan yang menegaskan ciri-ciri bangunan.
l. Pro-Humor
Mengandung nilai humoris, sehingga pengamat diajak untuk lebih menikmatinya.
m. Pro-simbolic
Menyiratkan simbol-simbol yang mempermudah arti dan yang dikehendaki perancang.

3. Design Ideas ( Ide-Ide Desain )
Ide-ide desain adalah suatu gagasan perancangan. Pengertian ide-ide desain dalam Arsitektur Post Modern yaitu suatu gagasan perancangan yang mendasari Arsitektur Post Modern
a. Contextual Urbanism and Rehabilitation
Kebutuhan akan suatu fasilitas yang berkaitan dengan suatu lingkungan urban.
b. Functional Mixing
Gabungan beberapa fungsi yang menjadi tuntutan dalam perancangan.
c. Mannerist and Baroque
Kecenderungan untuk menonjolkan diri.
d. All Phetorical Means
Bentuk rancangan yang berarti.

e. Skew Space and Extensions
Pengembangan rancangan yang asimetris-dinamis.
f. Street Building
g. Ambiquity
Menampilkan ciri-ciri yang mendua atau berbeda tetapi masih unity dalam fungsi.
h. Trends to Asymetrical Symetry
Menampilkan bentuk-bentuk yang berkesan keasimetrisan yang seimbang.
i. Collage/Collision
Gabungan atau paduan elemen-elemen yang berlainan

Pokok-pokok pikiran yang dipakai arsitek Post Modern yang tampak dari ciri–ciri di atas yang berbeda dengan modern. tiga perbedaan penting dengan yang modern itu adalah:
1. Semboyan form follows function
Arsitektur modern tidak semboyan form follows function melainkan mendefin isikan arsitektur sebagai sebuah rasa sehingga arsitektur tidak mewadahi melainkan mengkomunikasikan.
Yang dikomunikasikan oleh tiap sub langgam itu berbeda–beda yaitu:
A. Purna modern
Yang dikomunikasikan adalah identitas regional, identitas kultural, dan identitas historikal. Hal-hal yang ada di masa silam itu dikomunikasikan, sehingga orang bisa mengetahui bahwa arsitektur itu hadir sebagai bagian dari bagian dari perjalanan manusia

B. Neo modern
Mengkomunikasikan kemampuan teknologi dan bahan untuk berperan sebagai elemen artistic dan estetik yang dominan
C. Dekontruksi
Yang dikomunikasikan adalah:
1. Unsur–unsur yang paling mendasar, essensial, substansial yang dimiliki oleh arsitektur.
2. Kemampuan maksimal untuk berarsitektur dari elemen–elemen yang essensial maupun substansial.
Sehingga dapat dikatakan bahwa:
• Arsitektur purna modern memiliki kepedulian yang besar pada masa lalu
• Arsitektur neo modern memiliki kepedulian yang besar pada masa kini.
• Arsitektur dekontruksi tidak mengikatkan diri pada salah satu dimensi.




2. Fungsi
Yang dimaksud bukanlah ‘aktifitas’ ataupun ‘apa yang dilakukan atau dikerjakan manusia terhadap arsitektur’ seperti dalam arsitektur modern. Dalam arsitektur post modern yang dimaksud fungsi adalah kemampuan dan peran arsitektur untuk mempengaruhi dan melayani manusia (sebagai mahluk yang berpikir, bekerja, memiliki perasaan dan emosi, mimpi dan ambisi, nostalgia dan memori). Manusia bukan sebagai mahluk biologis tetapi sebagai pribadi.
Berdasarkan pokok pikiran ini maka:
• Arsitektur purna modern yang di tonjolkan dalam fungsinya adalah fungsi–fungsi metaforit (simbolik) dan historical.
• Arsitektur neo modern yang ditonjolkan adalah fungsi –fungsi mimpi yang utopi ( masa depan yang sedemikian indahnya sehingga tidak terbayangkan)
• Arsitektur dekontruksi menunjukkan pada kejujuran yang sejujur – jujurnya.

3. Bentuk dan ruang
Dalam arsitektur post modern bentuk dan ruang adalah komponen dasar yang tidak harus berhubungan satu menyebabkan yang lain (hubungan sebab–akibat) keduanya menjadi dua komponen yang mandiri, berdiri sendiri–sendiri, merdeka, sehingga bisa dihubungkan ataupun tidak. Yang jelas bentuk memang berbeda secara substansial, mendasar dari ruang. Ciri pokok dari bentuk adalah ‘ada dan nyata atau terlihat atau teraba’, sedangkan ruang memiliki ciri khas ‘ada dan tak terlihat atau tidak nyata’. Kedua ciri ini kemudian menjadi tugas arsitek untuk mewujudkannya.

Berdasarkan pokok pikiran ini, maka dalam arsitektur:
- Arsitektur purna modern bentuk menempati posisi yang lebih dominan dari pada ruang.
- Arsitektur neo modern sebaliknya bertolak belakang, menempatkan ruang sebagai unsur yang dominan.
- Arsitektur dekonstruksi tidak ada yang dominan, tidak ada yang tidak dominan, bentuk dan ruang memiliki kekuatan yang sama.

c. Pengaruh arsitektur modern terhadap arsitektur post modern
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa arsitektur post modern ada karena keber-adaan dari arsitektur modern. Dan arsitektur post modern merupakan arsitektur yang telah melakukan feed back atau umpan balik terhadap arsitektur modern. Sehingga mau tidak mau arsitektur modern mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap arsitektur post modern (baik itu dari ciri–ciri ideologi, gaya, desain, dan lain–lain). Terutama arsitektur neo modern yang merupakan penyempurnaan dari arsitektur modern terhadap segi estetik dalam arsitektur modern sehingga ada kesulitan dalam membedakan arsitektur modern dengan arsitektur neo modern. Arsitektur neo modern bisa juga disebut arsitektur modern Karena ciri–ciri yang ada tidak ditolak atau dibuang.
Apabila kita membandingkan tampilan arsitektur barat pada awal kehadiran arsitektur modern dengan arsitektur post modern (purna modern, neo modern, dekonstruksi) maka kita akan menemukan keserupaan–keserupaan yang cukup mencolok. Keserupaan–keserupaan ini merupakan alat untuk mempermudah memahami arsitektur post modern yang sulit untuk di-mengerti.

Pengaruh arsitektur modern terhadap arsitektur post modern antara lain dapat dili-hat dari segi:
1. Teknologi
Teknologi yang ada di dalam arsitektur post modern merupakan hasil pengembangan dari teknologi arsitektur modern. Terutama pada teknologi bahan bangunan dimana bahan–bahan yang muncul atau ditemukan pada masa arsitektur modern digunakan oleh arsitektur post modern. Tapi dengan ciri tampilan yang lain, dengan dibawa ke dalam titik ekstrim dari karakter bahan. Misalnya aluminium dan titanium di pakai karena daya pantulnya menyi-laukan sehingga orang menganggap tidak ada. Karena tidak bisa dilihat sehingga tidak menimbulkan suatu keseragaman seperti pada arsitektur modern, tetapi menampilkan ciri–ciri penampilan individual (beraneka ragam).

2. Bentuk dasar
Bentuk dasar pada arsitektur modern adalah bentuk–bentuk geometri (platonic solid) bentukan ini digunakan juga pada arsitektur post modern, hanya saja pada arsitektur post modern bentuk–bentuk ini diberi tambahan unsur estetis. Misalnya pada arsitektur purna modern dengan menambahkan langgam–langgam lama yang telah ditransformasikan dan ditempelkan ke arsitektur modern sehingga menjadi suatu kesatuan (arsitektur yang mem-punyai nilai estetik). Lain halnya dengan arsitektur purna modern, arsitektur neo modern memberikan tambahan berupa bentuk–bentuk yang biomorphik sehingga bentuk dasar tanpa memberikan tempelan langgam–langgam lama, sehingga dapat menimbulkan keindahan pada arsitektur tersebut.

2.3. PENGERTIAN NEO-MODERNISME
a. Neo Modern
Aliran Neo Modern muncul pada masa antara tahun 1980 seiring dengan perkembangan jaman sejak dinyatakannya kematian arsitektur modern(1975) dan kemudian ditandai munculnya bangunan-bangunan baru postmodern. Neo Modern juga berkembang bersamaan dengan aliran Dekonstruksi dimana arsitek-arsitek besar padamasa itu seperti Frank Gehry, Peter Eisenman, Rem Koolhaas, Bernard Tschumi,Zaha Hadid, Fumihiko Maki, Kazuo Shinoara, dan lain-lain yang menghasilkan karya-karya Neo Modern dan Dekonstruksi.

Karya-karya arsitektur Neo modern sangat bertentangan dengan sifat klasik (clasissism).
Ciri-ciri yang mendasar pada bangunan-bangunan Neo modern yaitu:
Memiliki konsep yang spesifik seperti bangunan-bangunan postmodern aliran lainnya pada umumnya. Dapat bersifat abstrak tetapi juga merepresentasikan sesuatu, tidak hanya sebagai stilasi dari suatu bentukan tertentu.
Masih memperlihatkan kejelasan struktur dan sainsnya dengan ide-ide yang inovatif, beralasan dan masuk akal.
Pertimbangan yang sangat mendasar terhadap karakter bangunan dengan tetap memperhatikan segi manusia yang menggunakannya.
Pada umumnya merupakan pengembangan/ lanjutan dari bentukan-bentukan sederhana melalui konsep-konsep dan rekayasa baik secara karakter bangunan maupun fungsi struktur serta sains dengan pemikiran yang mendalam.
Keseragaman dan keserasian pada facade bangunan lebih diutamakan dengan penggunaan bahan dan warna terkadang bersifat monoton namun inovatif.
Memadukan unsur-unsur yang berkesan mungkin dan yang tidak mungkin.
Ciri-ciri diatas merupakan ciri-ciri umum yang dapat terlihat secara visual dari bangunan Neomodern. Untuk mengungkapkannya, para arsitek Neomodern memanfaatkan bentuk, penggunaan material dan warna serta struktur dan teknologi yang membuat Neomodern berkembang juga menjadi beberapa aliran seperti Plastism, Suprematism, High-tech dan lain-lain.
Dalam aliran Plastism, banyak digunakan bentukan-bentukan yang berkesan fleksibel dengan banyak kurva serta lengkung. Bentukan yang fleksibel ini membuat bangunan lebih dinamis dan memiliki karakter. Bentukan tersebut tidak selalu bersifat struktural, seringkali bersifat dekoratif namun menyatu dengan bangunan dan bukan sekedar “tempelan” baik secara facade maupun interior bangunan, caranya dengan menggunakan warna dan material bangunan yang inovatif. Intinya aliran Plastism berusaha mengemukakan ide melalui bentukan-bentukan yang tidak umum dari sebuah bangunan.
Aliran Suprematism mengutamakan perekayasaan bentuk dari bentukan yang umum. Dari arti kata “suprematis” sendiri yaitu melawan hal-hal yang bersifat lampau dan natural, aliran ini berusaha mengiterpretasikannya kedalam bangunan dengan merekayasa segala hal yang bersifat umum pada bangunan. Misalnya dinding, kolom bahkan lantai yang miring. Istilah disposisi merupakan hal yang wajar dalam aliran Suprematism dalam mengemukakan ide dan konsep. Namun aliran ini memusatkan perhatian pada bangunan dari segi konsep bentukan yang mengarah pada karakter bangunan tanpa mempertimbangkan fungsi secara mendalam. Sense of art sangat terlihat dalam bangunan-bangunan karya aliran Neomodern-suprematism.


Aliran High-tech biasanya menggunakan struktur yang ekstrim untuk “memaksakan” bentuk yang sesuai dengan konsep/ide. Namun dalam hal ini juga dipertimbangkan fungsi secara sains yang menunjang kenyamanan manusia penggunanya. Aliran-aliran dalam Neomodern sebenarnya tidak baku karena setiap arsitek dalam mengemukakan idenya berbeda-beda, namun tujuan dan pemikiran dasar dapat dikategorikan dalam Neomodern.
Anti-Postmodern, Anti-Clasisisme, Anti-Disneyland, Anti-Deniel, juga Neo-Classic / Classicisme. Kadang mengembangkan postmodern dan late modern sebagai perbendaharaan abstrak. Gehry telah mengembangkan ruang Postmodern dari Charles Moore serta Late modern sebagai perbendaharaan absrak dari karya-karyanya. Gehry juga menyimpulkan argumentasi-argumentasi mengenai Postmodern yang dianut oleh Charles Jenks, Charles Moore, Michael Grraves tetapi tidak menganutnya.

b. Metode serta style dalam Neo
Metode-metode yang digunakan dalam Neo modern pada umumnya sama dengan metode-metode dalam Dekonstruksi. Metode-metode dalam Neo modern yaitu: Hermetic Coding, Disjunctive complecxity, Exsplosive space, Frenzied Cacophony, Thematised Ornament, Traces of Memory, Comic Destructive, Non-place Sprawl, dan lain-lain

Hermetic Coding
Metode hermetic coding mengatakan bahwa arsitektur merupakan sebuah bahasa yang bersifat self learning dari individu yang melihat dan menilai karya-karya arsitektur. Berbeda dengan bahasa artistik yang memiliki style yang memang perlu dipelajari secara khusus. Bahasa dalam Neo modern bersifat futuristis dan mungkin baru dapat diterima pada masa-masa yang akan datang. Namun masa tersebut tergantung dari seberapa dalam individu yang menilai suatu karya Neo modern mau mempelajari lebih dalam makna yang terkandung dalam karya tersebut.Hal ini yang membuat karya-karya neo modern sulit dimengerti oleh masyarakat awam karena membutuhkan suatu minat dan keinginan mengetahui lebih dalam, penilaian karya juga menjadi subjektif berdasarkan seberapa jauh individu menganalisa.

Disjunctive complexity
Metode Disjunctive complexity mengatakan bahwa neo modern berusaha berurusan dengan kerumitan dan pertentangan dalam kehidupan sehari-hari.Hal-hal yang bersifat biasa dan berantakan tidak diabaikan namun digabungkan sehingga memberikan suatu kesan yang berbeda.Hal ini juga seringkali menyebabkan orang menilai banyak ketidakcocokan dan keanehan pada bentukan karya-karya arsitektur post modern khususnya neomodern dan dekonstruksi. Contohnya pada bangunan Edgemar Farms Conversion, Santa Monica oleh arsitek Frank Gehry.

Explosive space
Metode Explosive space mengemukakan bahwa ruang berbentuk kubus dengan transparansi dan overlap akan membentuk rangkaian yang bersifat kontinu.Dengan merekayasa bentukan luar dan dalam ruang-ruang yang terjadi dapat digunakan secara ekstrim untuk keperluan-keperluan dalam bangunan sehingga menimbulkan kesan “imposible”. Hal ini menyebabkan mengapa dalam karya-karya Neo modern memiliki kesan yang berbeda didalam(interior) dengan diluar(eksterior).
Contohnya pada disain ZahaHadid, ThePeakClub, HongKong yaitu bangunan studio, apartemen dan void, dengan kekhususan disainnya yang terdiri dari “balok-balok” memanjang yang disusun bertumpangan, seperti lapisan-lapisan horizontal. Konsep perancangan tersebut terutama karena bentuk dari situasi geologi Hongkong, yang terdiri dari lapisan-lapisan yang tersusun dengan tidak teratur sampai kepuncak pegunungannya. Karena itulah,maka bentukkeseluruhan dari Peak Club Building ini seolah seperti susunan pegunungan buatan manusia, yang tersusun seperti suatu “kesatuan” yang tidak rata.
Bentuknya yang tersusun horisontal namun brutal dan dinamis, sesuai dengan situasi hongkong sendiri. Peak Club Building direncanakan sebagai suatu fasilitas untuk bersenang-senang semata, penampilannya mewah, dan digunakan untuk masyarakat kelas atas.Ruang-ruang kosong yang terletak diantara balok-balok massa, difungsikan sebagai “Club” itu sendiri, yang terdiri dari kolam renang, perpustakaan dan fasilitas olahraga. Bagian massa-massa balok itu sendiri berfungsi sebagai apartemen dan studio sedangkan bagian yang paling atas berfungsi sebagai penthouse. Konsep Zaha mengenai “Penyatuan” antara bangunan dan lingkungan telah tampak jelas demikian juga dengan penghubung elemen-elemen bangunan yang berbeda-beda sesuai aktifitasnya melalui sistim sirkulasi yang ada. Walaupun tidak dibangun, disain ini menunjukan ketidakmungkinan dalam ruang menjadi suatu hal yang berguna yang tidak terpikirkan sebelumnya.



Frenzied Cacophony
Metode Frenzied Cacophony mengemukakan teori style seperti suatu “bunyi hiruk pikuk” dalam disain bangunan. Tujuannya untuk memberikan kesan yang tidak lazim/biasa. Penggunaan ornamen-ornamen structural yang berlebihan sehingga menjadi unsure dekoratif namun berkesan tidak teratur dan sulit dipahami bahkan dibenci.
Contohnya adalah bangunan Ronecher Theatre,Vienna,Austria oleh grup Coop Himmelblau-Wolfgang Prixdan Helmut Swiczinsky. Theatre ini merupakan theatre yang konvensional diabad 19 dikota Bienna, yang sudah tidak layak untuk abad 21. Awal idenya adalah menciptakan ruangan yang fungsionsl dari basement sampai atap. Konsep perencanaan bangunan ini dibatasi oleh adanya kondisi sejarah kota tersebut. Theatre ini terdiri dari panggung (untuk perlengkapan teknis), public area (auditorium dengan foyer,restoran,bardan lain-lain), ruang latihan,administrasi dan kantor. Pada panggung dilengkapi dengan teknologi yang canggih untuk tatasuara dan music yang akan member back-ground. Bermula dari panggung yang berkapasitas 56 orang dengan system panggung yang dapat dibuka-tutup.
Namun demikian Ronecher Theatre tidak dapat disebut sebagai theatre,karena bangunan ini dipakai untuk keperluan televise tentang budaya. Bangunan ini selain letaknya dekat dengan pusat sejarah kota, dapat dipakai pula untuk melihat skyline kota dari atapnya.

Thematist ornament
Metode Thematist ornament, seperti namanya menggunakan ornamen-ornamen dengan tema tersendiri untuk memperkuat konsep bangunan.Ornamen-ornamen ini tidak selalu struktural dan juga tidak selalu harus fungsional tetapi masih merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bangunan. Contoh bangunan Wexner Center for the Visual Arts, Ohio, oleh Peter Eisenman.

Traces of Memory
Metode Traces of Memory, bertujuan menciptakan suatu karya arsitektur yang mencerminkan masa lampau(the past), masa kini (the present), bahkan masa depan (the future) dalam satu kesatuan yang tak terpisahkan. Diperlukan adanya pengetahuan langsung dari arsitek yang mendisain untuk mengetahui konsep memori tentang apa yang direpresentasikan oleh bangunan sehingga dapat terlihat hubungannya dengan memori-memori tersebut.

Comic Destructive
Metode Comic Destructive, mengemukakan bahwa bentukan yang terjadi dapat berawal dari rasa penasaran yang mendalam untuk membedah dan membongkar sesuatu untuk mencari makna yang berbeda. Hal tersebut terjadi secara spontan dan ketika berurusan dengan aturan-aturan, itu menjadi sangat lucu dan menarik. Bersifat lebih responsif dengan hal-hal yang ada pada masanya.

Non-Place Sprawl
Metode Non-Place Sprawl, menyatukan sebuah dataran pada daerah suburban sering terkesan sangat luas dan tidak terencana, jelek, tidak terpusat, jauh dari aktivitas, membosankan, dan lain-lain. Contoh Parc De La Villette, Paris, oleh Bernard Tschumi. Park De La Villete berlokasi di suatu tapak terbesar dan yang terakhir, yang tersisa di Paris, terletak di sebelah Timur Laut kota, antara the Metro Stations Porte de Pantin dan Porte De La Villette. Terlihat sebagai percampuran bermacam-macam dasar pragmatis, disamping adanya “the park, a large museum of science & industry, a city of music, a grand halle for exhibitions, and a rock consert all.” Oleh sebab itu, “the park” bukan merupakan replika lansekap yang sederhana.


Sebaliknya merupakan “urban park for 21st century” yang mengembangkan suatu program yang kompleks dari kultur dan fasilitas hiburan, yang terdiri “open air theatre, restaurant, art galleries, music & painting workshop, playgrounds, video, computer displas”, sebaik “obligatory garden” yang lebih menekankan pada hasil ciptaan kultural dari pada hanya berupa rekreasi alami. Ttschumi berhasil menampilkan “a large metropolitan venture”, yang diperoleh dari “disjunction & disasociations” dari waktu kini. Ini dicobanya untuk mempromosikan suatu strategi urban yang baru dengan keterkaitan konsep : seperti “superimposition” architectural “combination & cinematic” lansekap. Tschumi menggambarkan sebagai “the largest discontinious building in the world”.

2.4. ARSITEKTUR KONTEMPORER
Awal Mula Arsitektur Kontemporer Di Indonesia
Sebelum masa kemerdekaan, dunia arsitektur di Indonesia didominasi oleh karya arsitek Belanda. Masa kolonial tersebut telah mengisi gambaran baru pada peta arsitektur Indonesia. Kesan tradisional dan vernakuler serta ragam etnik di Negeri ini diusik oleh kehadiran pendatang yang membawa arsitektur-arsitektur di Indonesia. Bentuk arsitektur di Indonesia “asli” kemudian dimulai dari sebuah institusi arsitektur di era setelah kemerdekaan. Selama periode tersebut sampai sekarang arsitektur berkembang melalui proses akademik dan praktek arsitektur pada sebuah arsitektur kontemporer Indonesia.
Di masa penjajahan Belanda sebenarnya mata kuliah arsitektur diajarkan sebagai bagian dari pendidikan insinyur sipil. Namun, setelah Oktober 1950, sekolah arsitektur yang pertama didirikan di Institut Teknologi Bandung yang dulu bernama Bandoeng Technische Hoogeschool (1923). Disiplin ilmu arsitektur ini diawali dengan 20 mahasiswa dengan 3 pengajar berkebangsaan Belanda, yang pada dasarnya pengajar tersebut meniru system pendidikan dari tempat asalnya di Universitas Teknologi Delft di Belanda. Pendidikan arsitektur mengarah pada penguasaan keahlian merancang bangunan, dengan fikus pada parameter yang terbatas, yaitu fungsi, iklim, konstruksi, dan bahan bangunan.
Semenjak konflik di Irian Barat pada tahun 1955 semua pengajar dari Belanda dipulangkan ke negaranya, kecuali V.R. van Romondt yang secara rendah hati bersikeras untuk tinggal dan memimpin sekolah arsitektur sampai tahun 1962. Selama kepemimpinannya, pendidikan arsitektur secata bertahan memperkaya dengan memberikan aspek estetika, barat ke tanah Indonesia. Sekitar awal 1910-an beberapa karya arsitek Belanda seperti Stasiun Jakarta Kota, Hotel Savoy Homan dan Villa Isola di bandung sudah memberikan pemandangan barubudaya dan sejarah ke dalam sebuah pertimbangan desain. Van Romondt berambisi menciptakan “Arsitektur Indonesia” baru, yang berakar pada prinsip tradisional dengan sentuhan modern untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kontemporer. Dengan kata lain “Arsitektur Indonesia” adalah penerapan gagasan fungsionalisme, rasionalisme, dan kesederhanaan dari desain modern, namun sangat terinspirasi oleh prinsip-prinsip arsitektur tradisional.
Kemajuan, Modernitas, Dan Monumentalis
Pada tahun 1958, mahasiswa arsitektur ITB sudah mencapai 500 orang, dengan 12 orang lulusan. Yang kemudian beberapanya menjadi pengajar. Pada bulan September 1959, Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) didirikan. Sejak tahun 1961, kepemimpinan sekolah arsitektur berpindah tangan pada bangsa Indonesia dengan Sujudi sebagai ketuanya. Kemudian Sujudi mendirikan sekolah arsitektur di perguruan tinggi lainnya. Masa ini juga juga dipelopori oleh Sujudi cs. bersama teman-temannya yang menamakan diri ATAP.
Awal tahun 1960-an, literature barat mulai masuk dalam diskursus pendidikan arsitektur di Indonesia. Karya dan pemikiran para arsitek terkemukan seperti Walter Gropius, Frank Lloyd Wright, dan Le Corbusier menjadi referensi normative dalam diskusi dan pelajaran. Iklim politik pada saat itu juga sangat berpengaruh terhadap pola fikir masyarakat terhadap teori dan konsep arsitektur modern. Karena di masa kepemimpinan Sukarno, “modernitas” diberikan olah kepentingan simbolis yang merujuk pada persatuan dan kekuatan nasional. Sukarno telah berhasil mempengaruhi secara mendasar karakter arsitektur yang diproduksi pada masa iai memegang kekuasaan. Modern, revolusioner, dan heroik dalam arsitektur membawa kita pada program pembangunan besar-besaran terutama untuk ibukota Jakarta. Ia berusaha mengubah citra Jakarta sebagai pusat pemerintahan kolonial menjadi ibukota Negara yang merdeka dan berdaulat yang lahir sebagai kekuatan baru di dunia.
Pada akhir 1950-an Sukarno mulai membongkar bangunan-bangunan lama dan memdirikan bangunan baru, pelebaran jalan, dan pembangunan jalan bebas hambatan. Gedung pencakar langit dan teknologi bangunan modern mulai diperkenalkan di negeri ini. Dengan bantuan dana luar negeri proyek-proyek seperti Hotel Indonesia, Pertokoan Sarinah, Gelora Bung Karno, By pass, Jembatan Semanggi, Monas, Mesjid Istiqlal, Wisma Nusantara, Taman Impian Jaya Ancol, Gedung DPR&MPR dan sejumlah patung monumen.
Ciri khas proyek arsitektur Sukarno adalah kemajuan, modernitas, dan monumentalitas yang sebagian besar menggunakan langgam “International Style”. Seorang arsitek yang memiliki hubungan dekat dengan Presiden Sukarno pada masa itu adalah Friedrich Silaban. Ia terlibat hampir semua proyek besari pada masa itu. Desainnya didasari oleh prinsip fungsional, kenyamanan, efisiensi, dan kesederhanaan. Pendapatnya bahwa arsitek harus memperhatikan kebutuhan fungsional suatu bangunan dan factor iklim tropis seperti temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, dan radiasi matahari. Desainnya terekspresikan dalam solusi arsitektur seperti ventilasi silang, teritisan atap lebar, dan selasar-selasar.

Kesatuan Dan Keragaman Budaya
Sejak kejatuhan Sukarno pada tahun 1965, pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Suharto menyalurkan investasi asing ke Jakarta dan telah melaksanakan rencana modernisasi dengan tujuan pembangunan ekonomi di Indonesia. Proyek yang ditinggalkan Sukarno kemudian diselesaikan oleh Gubernur DKI Jakarta pada saat itu Ali Sadikin. Ali Sadikin juga bermaksud menjadikan Jakarta sebagai tujuan wisata bagi wisatawan dari Timur dan Barat. Sehingga pada tahun 1975, dikembangkan suatu program konservasi bagian Kota Tuan di Jakarta dan beberapa situs-situ sejarah lainnya. Program ini sedikit demi sedikit mengubah sikap masyarakat terhadap warisan arsitektur kolonial.
Sejak awal 1970-an, kondisi ekonomi di Indonesia semakin membaik, yang berdampak pada kebutuhan akan jasa perencanaan dan perancangan arsitektur berkembang pesat. Maka munculla biro-biro arsitektur yang menangani proyek badan pemerintahan, BUMN, dan para “orang kaya baru”. Sayangnya para arsitek professional di Indonesia tidak siap menerima tantangan besar tersebut. Yang tidak memiliki pilihan doktrin fungsional dari arsitektur modern membelenggu pengembangan karakter unik dalam arsitektur kontemporer pada masanya. Sementara itu kalangan elit dan golongan menengah keatas mengekspresikan kekayaan dan status sosialnya melalui desain yang monumental dan eklektik dengan meminjam ornamen arsitektur Yunani, Romawi, dan Spanyol.
Kekecewaan terhadap kecenderungan meniru dan eklektik ini membawa arsitek Indonesia pada suatu gagasan untuk mengembangkan karakter arsitektur Indonesia yang khas. Suharto memegang peran utama untuk membangkitkan kembali kerinduan pada kehidupan pedesaan Indonesia, melalui tema-tema arsitektur etnik. Jenis arsitektur ini kemudian dipahami sebagai langgam resmi yang dianjurkan. Ditandai juga dengan pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Para arsitek muda sebagian besar juga kecewa terhadap tendensi eklektis dari arsitektur modern di dalam negeri. Yang kemudian semakin menyoroti secara simpatik pada arsitektur tradisional. Mereka menyoroti perbedaan kontras antara arsitektur modern dengan arsitektur tradisional sedemikian rupa sehingga arsitektur tradisional diasosiasikan dengan “nasional”, dan arsitektur modern dengan “asing” dan “barat”.


Mencari Identitas Arsitektur Indonesia
Pada pertengahan tahun 1970-an, masalah langgam dan identitas arsitektur nasional menjadi isu utama bagi arsitek Indonesia. Terhadap masalah langgam dan identitas arsitektur nasional pandangan arsitek Indonesia menjadi tiga kelompok yang berbeda. Kelompok pertama berpendapat bahwa arsitektur Indonesia sebenarnya sudah ada, terdiri atas berbagai jenis arsitektur tradisional dari berbagai daerah. Implikasinya adalah penerapan elemen arsitektur tradisional yang khas, seperti atap dan ornamen. Kelompok arsitek kedua bersikap skeptis terhadap segala kemungkinan untuk mencapai langgam dan identitas arsitektur nasional yang ideal. Kelompok ketiga adalah sebagian akademisi arsitektur yang secara konsisten mengikuti langkah “bapak” mereka, V.R. van Romondt. Mereka berpendapat bahwa arsitektur Indonesia masih dalam proses pembentukan, dan hasilnya bergantung pada komitmen dan penilaian kritis terhadap cita-cita budaya, selera estetis, dan perangkat teknologi yang melahirkan model dan bentuk bangunan tradisional pada masa tertentu dalam sejarah. Mereka yakin bahwa pemahaman yang lebih mendalam terhadap prinsip tersebut dapat memberikan pencerahan atau inspirasi bagi arsitek kontemporer untuk menghadapi pengaruh budaya asing dalam konteks mereka sendiri.
Dalam periode 1980-1996 institusi keprofesian dan pendidikan arsitektur mengalami perkembangan pesat, Pertumbuhan sector swasta yang subur serta investasi dengan korporasi arsitektur asing mulai mengambil alih segmen pasar kelas atas di ibukota dan daerah tujuan wisata seperti Pulau Bali. Dapat dikatakan bahwa arsitektur kontemporer di Indonesia tidak menunjukkan deviasi yang radikal terhadap perkembangan arsitektur modern di dunia pada umumnya. Sebenarnya pada pertengahan 1970-an telah ada usaha untuk menciptakan suatu langgam khusus, suatu bentuk identitas “Indonesia”, tetapi hanya terbatas pada proyek arsitektur yang prestisius seperti bandara udara internasional hotel, kampus, dan gedung perkantoran. Sangat jelas bahwa proyek penciptaan langgam dan identitas arsitektur Indonesia termotivasi secara politis.
Arsitektur Kontemporer Indonesia
Awal tahun 1990-an ditandai pengaruh postmodernisme pada bangunan umum dan komersil di Jakarta dan kota besar lainnya. Hadirnya kontribusi signifikan dari para arsitek muda yang berusaha menghasilkan desain yang khas dan inovatif untuk memperkaya khasanah arsitektur kontemporer di Indonesia. Di antaranya adalah mereka yang terhimpun dalam kelompok yang sering dianggap elitis, yaitu Arsitek Muda Indonesia (AMI). Dengan motto “semangat, kritis, dan keterbukaan” kiprah AMI juga didukung oleh kelompok muda arsitek lainnya seperti di Medan, SAMM di Malang, De Maya di Surabaya dan BoomArs di Manado. Untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha kreatif di kalangan arsitek praktisi, Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) juga mulai memberikan penghargaan desain (design award) untuk berbagai kategori tipe bangunan. Karya-karya arsitektur yang memperoleh penghargaan dimaksudkan sebagai tolok ukur bagi pencapaian desain yang baik dan sebagai pengarah arus bagi apresiasi arsitektural yang lebih tinggi.

Penghargaan Aga Khan Award dalam arsitektur yang diterima Y.B. Mangunwijaya pada tahun 1992 untuk proyek Kali Code, telah berhasil memotivasi arsitek-arsitek Indonesia untuk melatih kepekaan tehadap tanggung jawab sosial budaya. Krisis moneter tahun 1997 mengakibatkan jatuhnya pemerintahan Orde Baru telah melumpuhkan sector property dan jasa professional di bidang arsitektur. Diperlukan hampir lima tahun untuk kembali, namun kerusakan yang sedemikian parah mengakibatkan kemunduran pada semua program pembangunan nasional.

Kini, arsitek kontemporer Indonesia dihadapkan pada situasi paradoksikal: Bagaimana melakukan modernisasi sambil tetap memelihara inti dari identitas budaya? Karya-karya kreatif dan kontemporer kini menjadi tonggak baru dalam perkembangan arsitektur Indonesia. Dengan pemikiran dan isu baru yang menjadi tantangan arsitek muda. Seiring pergerakan AMI memberikan semangat modernisme baru yang lebih sensitif terhadap isu lokalitas dan perubahan paradigma arsitektur di Indonesia.

Ekologi, Fleksibilitas, Dan Teknologi
Dunia arsitektur dewasa ini juga kini dihadapkan pada suatu isu baru. Krisis energi karena sumber daya alam yang dieksploitasi sejak era industrialisasi dunia kini terasa gejalanya. Perubahan iklim, pemanasan global, dan bencana lainnya menjadi dampak dari krisis energi dan perusakan lingkungan. Jelas sekali dunia konstruksi menjadi salah satu penyebabnya. Sepertinya pernyataan tentang isu berkelanjutan melalui konferensi internasional yang menghasilkan pernyataan:

“… Sustainable development is development that meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs…”(Bruntdland report, 1987)

Kini menjadi keharusan karena tekanan keadaan. Fenomena ini yang kemudian memberikan pelajaran bagi arsitektur kontemporer Indonesia. Dimana modernitas, lokalitas dan faktor ekologis kita yang memiliki iklim tropis harus dikedepankan. Pencarian beralih menuju arsitektur modern tropis. Beberapa arsitek muda kini juga berlomba-lomba untuk menyelamatkan keberadaan bumi ini. Seperti Adi Purnomo yang banyak menghasilkan karya rumah tinggal yang kaya akan area hijau, Jimmy Priatman yang berhasil membuat bangunan hemat energi dan masuk nominasi Aga Khan Award, dan tokoh arsitek muda lainnya.

Isu lainnya yang menjadi berkembang adalah ketersediaan lahan. Kurang berhasilnya penerapan otonomi daerah pemerintahan reformasi kita ini tetap menjadikan kota sebagai pusat perekonomian nasional. Akibatnya lahan di perkotaan semakin menipis. Membuat karya arsitektur selain ramah lingkungan kini dihadapkan pada suatu kenyataan penyempitan ruang binaan. Bangunan yang efisien dengan keadaan dan “compact” dengan segala bentuk keadaan mulai ditinjau dalam penerapan arsitektur kontemporer.

2.5. GLOBALISASI DAN ARSITEKTUR KONTEMPORER
Meski pengaruh globalisasi memang sangat kuat dalam konstelasi jaringan ekonomi dan informasi, namun hal ini bukan berarti hilangnya akan tradisi budaya membangun, yang diwujudkan kedalam kegiatan rancang bangun, yakni seni bangunan dan seni bina kota. Proses globalisasi sendiri sebenarnya tidak satu arah, namun terjadi interaksi antar yang (beberapa) kekuatan lokal dan pengaruh global. Akibatnya terjadilah sebuah percampuran yang merupakan senyawa hibrid, dan untuk persoalan ketahanan dan konsistensi, hanya waktulah yang akan mengujinya.
Terlepas dari pada itu, persoalan identitas lokal masih tetap menjadi pertanyaan tersendiri. Bukankah jati diri seseorang dan sebuah tempat tetap diperlukan meskipun dinamika pembangunan begitu cepat? Pernyataan ini membawa kepada sebuah pandangan bahwa kemajuan teknologi, dalam hal ini teknologi informasi dan komunikasi, tidak akan pernah menghilangkan kepentingan sebuah komunitas untuk mendapatkan/membangun jati dirinya dalam proses rancang bangun yang berbudaya (London, 2003). Demikianlah hal sama juga diungkapkan oleh Manuel Castells (1993) bahwa sehubungan dengan keunggulan teknologi komputer di dunia: “... local socities, territorially defined, must preserve their identities, and build on their historical roots, regarless of their economic and functional dependence upon the space of flows.”
Berbeda dengan di belahan Asia, di Eropa revolusi industri pada abad 19 yang menyertai penemuan teknologi telah menyediakan persyaratan mendasar dalam membangun revolusi intelektual dan estetika. Bauhaus di Jerman misalnya, selama periode antara PD I dan PD II telah mengembangkan kajian-kajian eksperimental dalam bidang pendidikan seni dan arsitektur. Bersamaan dengan itu, sejumlah arsitek progresif memformulasikan deklarasi Piagam Athena, yang menandai kelahiran sebuah arsitektur baru berlandaskan semangat kaum Modernis. Dengan keyakinan tinggi Le Corbusier bersama para pendukungnya menulis, mengajarkan, merencanakan dan membangun sebuah dunia baru berdasarkan kemajuan teknologi dan sains modern. Perkembangan arsitektur tersebut dikenal dengan nama gerakan arsitektur modern, yang selanjutnya melahirkan International style. Namun, akibat adanya pergeseran kekuatan politik dan distorsi visi tentang seni bangunan dan seni binakota, maka di dalam International style terjadi proses penyederhanaan dan de-kulturisasi dari semangat modernitas itu sendiri.


Akibat pemahaman yang demikian, pendekatan-pendekatan dalam desain arsitektur acapkali tidak mengindahkan konteks lingkungan, kondisi iklim dan bahkan secara kultural tidak memiliki akar yang jelas. Rancang bangun hanya sekedar persoalan geometri, bukan membentuk kepada sebuah Gestalt yang utuh. Sulitnya Negara Dunia Ketiga, seperti Indonesia, ini selalu mendapatkan teknologi dan kemajuan setelah sekian puluh tahun berkembang di negara asalnya, misalnya Dunia Barat, tanpa mendapat kesempatan untuk melakukan internalisasi dan pendalaman dari teknologi/kemajuan tersebut.
Dalam konteks Asia, hal tersebut sudah menjadi sebuah imperativ bagi para arsitek/perancang yang mencoba untuk mensenyawakan kearifan tradisi lokal dengan kebutuhan kikinian, dalam upaya menyikapi pembentukan lingkungan berkelanjutan.
Secara historis, dapat diamati dan ditelusuri proses perkembangan arsitektur di Indonesia, yang lahir dan berkembang dari konteks lokal (geografis, tradisi dan pengaruh asing). Ketika gerakan modernisme arsitektur bergerak di Eropa, awal abad 20an, bumi Nusantara menjadi semacam lahan (laboratorium) eksperimen munculnya arsitektur baru (neues Bauen). Pada periode 1920-1940an para arsitek Belanda yang bekerja di Indonesia mencoba melakukan inovasi-inovasi dalam seni bangunan, yang berbeda dari apa yang lazimnya dilakukan di negeri asal mereka yang beriklim subtropis. Dalam sebuah ceramah yang diadakan oleh Vergadering van het Koninklijke Instituut van Ingenieurs pada tanggal 8 April 1924, yang juga dimuat dalam penerbitan De Ingenieur dengan judul De Europeesche bouwkunst op Java, arsitek kondang Belanda Hendrik Petrus Berlage (1856-1934) menyatakan bahwa di Hindia Belanda terdapat dua kelompok tentang pemakaian seni budaya lokal dalam bangunan. Kelompok pertama merujuk kepada arus gerakan Eklektisme Eropa abad-19 serta menghendaki seni bangunan Eropa diberlakukan juga di daerah koloni.
Pandangan kelompok ini, diantaranya diwakili M.J. Hulswit, Ed Cuypers dan F.W. Brinkmann, jelas-jelas mengutamakan peradaban dari Barat dan berorientasi kepada seni bangunan Belanda. Sedangkan menurut kelompok kedua, berangkat dari persoalan spesifik regional dan pertimbangan sosial-politik, mereka lebih mengharapkannya adanya kepekaan terhadap seni bangunan lokal (Nusantara) yang mengarah kepada munculnya arsitektur baru, yakni Indo-Eropa. Intinya, seni budaya lokal/Nusantara juga mempunyai karakteristik sendiri seperti halnya pada seni bangsa Barat atau negeri-negeri beradab lainnya. Pentingnya pemahaman seni budaya Nusantara, yang meliputi faktor konstruksi bangunan, kesehatan dan ekonomi, bukanlah sekedar konservatisme. Sungguhpun demikian, pada hakikatnya jiwa diri (aspek lokalitas) terdalam yang dimiliki bangsa pribumi harus ditonjolkan. Berlage juga merujuk pada pendapat C.P. Wolff Schoemaker bahwa gaya Indo-Eropa hanya akan terjadi oleh adanya dialektika yang mendalam antar kedua unsur lokal dan Eklektik-Eropa baik unsur konstruksi maupun bentuk seninya.
Akan tetapi, yang terakhir ini hanya dapat diciptakan oleh komunitas lokal sendiri. Selain Wolff Schoemaker, Henri Maclaine Pont dan Thomas Karsten termasuk kedalam kelompok ini (lihat Kunto, 1984, dan Martokusumo, 2004). Menurut catatan Helen Jessup adanya kedua arus gerakan arsitektur yang berkembang saat itu, yakni konteks regional dan eklektisme arsitektur Eropa abad ke-19, berkaitan dengan gerakan pembaharuan dalam arsitektur nasional dan internasional, yakni upaya mencari identitas arsitektur kolonial Belanda di tanah jajahan (Hindia Belanda) yang juga merujuk pada arsitektur tradisional Nusantara (Jawa). Kehadiran arsitektur hibrid tersebut bukan saja menjadi bukti perpaduan budaya Barat dan lokal/vernakular (Timur), namun juga merupakan hasil rekayasa yang sempurna ketika seni bangunan Barat mencoba untuk tanggap terhadap kondisi lokal/setempat.
Perkembangan tersebut tidak lepas dari nama-nama seperti Ed Cuypers, P.A.J. Moojen dan Henri Maclaine Pont. Ketiganya merupakan para arsitek yang telah berhasil merintis wacana dan memadukan langgam arsitektur Barat dengan bentuk arsitektur tradisional/lokal, yang mana pada perkembangannya kemudian sering disebut sebagai Indo-Europeesche Architectuur Stijl. Pencarian bentuk bangunan/arsitektur yang responsif terhadap kondisi iklim dan geografis (regionalisme) inilah yang membawa kepada sebuah seni bangunan baru, yakni Arsitektur Indis.
Selain nama-nama di atas, arsitek Aalbers lewat karya-karyanya (di Bandung, Lembang dan Garut) mengukukuhkan dirinya arsitek generasi pertama yang membawa aliran internasionalisme ke Hindia Belanda. Aalbers memang tidak termasuk kedalam jajaran arsitek yang secara signifikan memasukkan nuansa vernakular/tradisional kedalam karya seni bangunannya. Namun demikian albers dalam karya-karyanya terakhirnya banyak beralih pada konsep regionalisme, dimana dia banyak melakukan penyesuaian-penyesuaian seperti bukaan dan jendela yang cukup besar, untuk memasukan cahaya dan udara ke dalam bangunan. Aalbers dapat dikatakan merupakan salah seorang modern-internasionalist generasi pertama dalam arsitektur Nusantara.
Hal yang menarik pada karya terakhir Aalbers adalah terjadinya transformasi konsep pada internasionalisme ke regionalisme. Perhatian Aalbers pada iklim tropis sebagai bagian dari konsep regionalismenya semakin nyata, seperti pada beberapa desain rumah tinggal di Jl. Pager Gunung, di Bandung. Fenomena ini dapat dijadikan catatan sejauh mana lokalitas berperan, dan hal ini akan selalu terkait dengan upaya-upaya untuk melakukan kajian dan wacana arsitektur kontemporer.

2.6. SANG ARSITEK: ACHMAD NOE’MAN
Achmad Noeman lahir di Garut, 10 Oktober 1926. Ayahnya, H. Muhammad Djamhari adalah salah seorang pendiri Muhammadiyah di Garut, sebuah kota kecil di Jawa Barat,Indonesia. Setiap kali Muhammadiyah akan membangun masjid, madrasah dan kantor, ayahnya selalu meng-gambarnya sendiri. Noeman, waktu itu, selalu ikut mencermati nya.
Noeman percaya, bahwa sebagai seorang muslim yang baik, dia harus meletakkan Al-Qur’an dan Hadits sebagai referensi tertinggi untuk semua tingkah lakunya. Dia tidak setuju dengan tradisi muslim baru-baru ini yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits.
Sejak anak-anak,Noe’man sudah menunjukkan kemampuannya di bidang seni dan konstruksi bangunan. Selepas belajar di HIS (Hollandsch Inlandsche Schooi/setingkat SD) dan MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderweijs/setingkat SMP) Garut, lalu SMA Muhammadiyah, Yogyakarta, Noeman menyalurkan minatnya dengan kuliah di Fakultas Teknik Universitas Indonesia (sekarang Institut Teknologi Bandung/ITB). Tapi, saat itu, 1948, di FTUI Bandung belum dibuka jurusan arsitektur. Noeman kemudian masuk jurusan Teknik Sipil/Bangunan. Saat TNI meminta mahasiswa FTUI bergabung di militer, pada 1949, sehubungan dengan keperluan TNI terhadap tentara yang bisa berbahasa Belanda, Noeman pun kemudian bergabung di CPM (Corps Polisi Militer). Akan tetapi itu tidak lama. Tepat pada 1952, saat FTUI membuka jurusan arsitektur, segera saja Noeman mengundurkan diri dari kemili-teran dan masuk pada jurusan arsitektur.
Semasa kuliah, dari sejak 1948, bersama kakaknya Ahmad Sadali- seorang kaligrafer, mantan Dekan Fakultas Teknik ITB, wafat 1987- yang juga kuliah di tempat yang sama, Noeman sering mendiskusikan pentingnya ada masjid di lingkungan kampus. Noeman dan kakaknya waktu itu betul-betul merasa kesulitan menjalankan shalat wajib, khususnya shalat Jumat di lingkungan kampus. "Maklum, waktu itu di ITB masih banyak orang Belanda. Rektornya saja masih orang Belanda. Kalaupun ada orang Indonesia yang muslim, pada umumnya mereka sekuler," demikian Noeman menuturkan. Selepas kuliah, 1958, rencana itu kemudian dicoba diwujudkan dengan membuat sebuah panitia. Prof. TM. Soelaiman menjadi ketuanya. Walau belum jelas dimana masjid akan dibangun - karena belum dapat izin dan belum jelas juga sumber dananya - Noeman kemudian ditunjuk sebagai arsiteknya. Setelah selesai, panitia mengajukan ke pihak rektorat ITB. Usulan itu ditolak.
Salah satu murid Noeman, Ajat Sudrajat mengajak Panitia menemui Presiden Soekarno lewat pamannya yang menjadi komandan di Cakrabirawa, Kolonel Sobur. Empat anggota panitia - Prof. TM. Soelaiman, Ahmad Sadali, Ahmad Noeman, dan Ajat Sudrajat - ke Jakarta menemui Presiden Soekarno di Istana Negara. Setelah berdiskusi alot, Soekarno kemudian menyetujui rencana pembangunan masjid tersebut. Soekarno juga yang memberi nama "Salman" karena terilhami oleh seorang arsitek perang yang ulung di zaman Nabi Muhammad saw. Bahkan, Soekarno yang juga alumnus ITB, bersedia menjadi pelindung masjid Salman. Sebagai bukti dukungannya, Presiden membubuhkan tanda tangannya pada gambar masjid yang dibuat Noeman. "Setelah ditandatangani Seokarno, maka segera saja Rektor menyetujuinya. Demikian juga dengan Walikota Bandung sehingga dari sana dimulailah pembangunan Masjid Salman.
Dalam pertemuan itu, Presiden Soekarno bertanya, mengapa Masjid Salman tidak berkubah; Waktu itu Noeman menjawab dengan logika Soekarno, bahwa dalam Islam yang penting adalah "api" nya. Asalkan itu masjid maka sah-sah saja walaupun tidak berkubah. Noeman juga menuturkan bahwa salah satu prinsip yang dipegangnya adalah ijtihad, yakni melakukan terobosan berdasarkan ilmu, tanpa imitasi dan meniru-niru. " Kalaupun salah, ijtihad itu kan tetap dapat pahala satu," tutur Noeman menjelaskan. Ijtihad Noeman itu disetujui juga oleh Soekarno dan seluruh panitia, sehingga jadilah Masjid Salman, satu masjid yang berdiri megah tanpa kubah di atasnya.
Prinsip lain yang dipegang oleh salah seorang pendiri IAI (Ikatan Arsitektur Indonesia) ini adalah shaf (barisan) shalat itu harus bersambung, tidak boleh terpotong. "Maka dari itu, setiap bangunan masjid yang saya rancang tidak ada tiang di dalamnya yang dapat memotong shaf. Contohnya di Masjid Salman. Atau yang terbaru di Islamic Center Jakarta, Kramat Tunggak. Menurutnya walaupun lebarnya sampai 50 m, dia meran-cangnya tanpa tiang di tengahnya," . Walaupun begitu, Noeman tidak menampik alasan pembuatan tiang di dalam masjid dibenarkan dengan alasan darurat. Hanya menurutnya, harus dicari ilmunya bagaimana agar tuntunan al-Quran dan Sunnah itu bisa diaplikasikan.
Dalam menjalani profesinya, Noeman selalu ingat firman Allah SWT yang tertuang dalam QS. Al-Baqarah [2] 170 Dan apabila dikatakan kepada mereka "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?" Menurutnya, ayat ini harus dijadikan pegangan oleh setiap arsitek Muslim untuk tidak melakukan imitasi, melainkan harus siap aktif ber-ijtihad. Selain itu, harus selalu mendahulukan aturan dari Allah SWT, dibanding dengan tradisi yang sudah ada.
Menurut Noeman, salah satu aturan Allah SWT yang juga harus selalu diperhatikan adalah soal larangan bertindak boros. Dalam QS. Al-Isra [17] 27 disebutkan Sesungguhnya pemboros-pembo-ros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. Artinya, jangan sampai terjadi pemborosan dalam membangun masjid. Dalam hal ini ia secara terus terang menyatakan ketidaksetujuannya terhadap masjid yang terlalu mewah.menurutnya "Akan lebih bermanfaat jika uang untuk itu disalurkan untuk keperluan yang lain," .
Noeman bukanlah arsitek biasa. Dia sosok seorang pejuang Muslim yang tetap konsisten dalam berdakwah. Keahliannya dalam arsitektur tidak digunakan untuk mengeruk dan menumpuk-numpuk harta benda Ia ingat masjid-masjid yang besar saja, seperti Masjid Salman ITB, Masjid Amir Hamzah di Taman Ismail Marzuki, Masjid at-Tin Jakarta, Masjid Islamic Center Jakarta, Masjid Soeharto di Bosnia dan Masjid Syekh Yusuf di Cape Town, Afrika Selatan. Achmad Noeman juga selalu memegang prinsip aqidah Islam dalam membangun masjid.
BAB III PEMBAHASAN

3.1. MASJID SALMAN ITB (INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG) SEBUAH MAHA
KARYA INTERNATIONAL
Satu tahun setelah kelulusannya, Noe’man muda mendapatkan kesempatan besar yaitu mendesain masjid di universitas pertama di indonesia. President Soekarno pun mendukung pembuatan masjid ini dan masjid ini di berikan nama masjid Salman (merujuk kepada Salman Al-Farisi, teknologi Islam pertama di terjemahkan oleh Soekarno). Pada waktu sebelum masjid Salman di bangun, cara hidup sekuler sangat besar pengaruhnya. Mahasiswa Islam, yang sering melakukan aktivitas di masjid, sering menjadi bahan tertawaan. Noe’man terpilih sebagai arsiteknya, walaupun dia masih muda, karena dia merupakan arsitek yang mempunyai banyak kegiatan keislaman.
Sebagai aktivis Islam, dia mencoba untuk menerapkan nilai-nilai Islam dalam hidup dan pekerjaannya, termasuk desainnya. Tetapi di sisi lain, dia juga pengagum Bauhaus. Dia juga perlu untuk menerapkan prinsip-prinsip arsitektur yang dia dapatkan dari perkuliahannya kedalam desain masjidnya. Berdasarkan pertimbangan itulah, dia berani mendesain masjid Salman dengan menentang bentuk masjid tradisional sebelumnya; tanpa kubah, tanpa ornamen (termasuk kaligrafi), dan dengan ekspresi yang kuat sebagai bangunan modern (dengan “gaya internasional”). Tujuannya dalah menciptakan masjid yang indah.
Ide Mies van der Rohe adalah yang paling banyak mempengaruhi desain Noe’man muda. Seperti pepatah “sedikit adalah lebih (less is more)”, ekspresi material yang sederhana, dan juga dengan teknik struktul yang monumental. Bebarapa maha karya arsitektur modern sangat kuat pengaruhnya pada desain masjid salman. atap lengkung datar masjid menyerupai dengan Corbu’s Notre Damme Du Haut. Tangga yang lebar dan lantai yang terangkat(pilotis) mirip dengan Van Der Rohe’s Hall IIT Chicago.
Dengan mendesain masjid salman, Noe’man juga memulai penafsiran tentnag Arsitektur Islam (ijtihad). Dia menerjemahkan/menafsirkan perintah Nabi Muhammad untuk membuat jajaran sholat yang lurus dan menyambung dengan desain ruang menggunakan kolom di dalam. Kolom dapat menggangu kedekatan jajaran barisan sholat (Noe’man menyatakan dengan tegas bahwa prinsip ini berdasarkan cerita pada khalifah Umar ibn Khattab, ynag melakukan penge-cek-kan kedekatan jajaran barisan sholat dengan menggunakan pedangnya sebelum memulai sholat). Dia meletakkan tempat sholat wanita di sebelah belakang tetapi menaik sebagai mezzanine, untuk melindungi mereka dari penglihatan laki-laki. Dia menggunakan kayu parquet sebagai material lantai untuk menjaga kehangatan ketika sholat dan lantai yang mudah untuk di bersihkan. Penafsiran ini cocok dengan ide arsitektur modern; ruang tanpa kolom internal dengan “teknik struktur monumental”, mezzanine tempat wanita sholat dengan “ruang berkelanjutan” , dan lantai kayu parquet dengan “kejujuran material”. Arsitektur dari masjid Salman adalah contoh yang terbaik, ketika Noe’man berusaha keras untuk mempertemukan prinsip-prinsip Islam dengan prinsip internasional dari arsitektur modern.
Semangat dari teknik mengeksplorasi struktur, bentuk yang sederhana, dan kejujuran material telah teraplikasikan kedalam desain masjid Noe’man selanjutnya. Seperti masjid An-Nur di Jatiluhur, masjid KTSM di Banjaran Bandung, masjid IKIP Malang, masjid Agung Pati, masjid Amir Hamzah di TIM Jakarta, masjid Pupuk Kujang Cikampek, dan masjid lainnya samapai tahun 1990. Dengan sentuhan Noe’man, banya dari masjid Indonesia muncul dengan mencirikan gaya internasional modern.
Apakah Noe’man benar-benar seorang modernis? Dia tidak setuju, karena prinsip modern bahkan tepat dengan prinsip Islam. Cerita dari sudut pandang kritis modernisme sama saja/cocok dengan larangan taqlid dalam Islam. Semangat kreativitas dalam modernisme juga pantas dengan perintah Islam untuk mengikuti sifat-sifat Tuhan. (Tuhan disebut Sang Pencipta (kreator), maka dia (Noe’man) pun harus kreatif). Sebagai seorang modernis, Noe’man telah memilih menjadi seorang arsitek profesional sebagai jalan hidupnya. Tetap menjaga tingkah laku profesionalnya; integritas, kemandirian, kompetensi, dan dalam badan hukum, cocok dengan prilaku Nabi Muhammad yaitu Siddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan), fathonah (cerdas).
Ide Noe’man bersumber pada menurut penafsirannya untuk menjelajahi/mengeksplore bentuk dengan kreatif. Dan sebagai akibatnya, desain Noe’man tidak memakai nilai-nilai tradisi kebudayaan Islam terlalu banyak. Beberapa intelektual muslim mengatakan bahwa Noe’man telah melepaskan banyak aspek baik dalam tradisi Islam pada desain masjid.
Sejarawan Ahmad Mansyur Suryanegara ( profesor sejarah di Universitas Padjadjaran) menyatakan bahwa banyak arsitek baru yang menyertakan/memasukkan simbol salib (christian cross) dalam desain bangunannya, bahkan desain masjid. Simbol salib yang secara tidak sadar terdapat pada elemen vertikal dan horizontal yang menyilang. Sebagai akibat dari pepatah “bentuk mengikuti fungsi”. Disamping itu, Nabi Muhammad tidak menyukai muslim yang menggunakan simbol dari agama lain. Dan kebudayaan Islam dan tradisinya telah sukses mempersembahkan arsitektur tanpa simbol “salib”. “Salibisme” muncul pada arsitektur Spanyol setelah kekuasaan Islam pada abad pertengahan. Kemudian menyebar kebelahan dunia. Mansyur mencatat, bahwa simbol salib tersebut sering muncul pada arsitektur Silaban dan Noe’man, dia menilai, masuknya “salib” dalam arsitektur baru muslim, karena banyak arsitek baru yang tidak mengerti dan memperhatikan makna dari simbol-simbol arsitektur.
Terutama untuk masjid Salman, Mansyur mencela seperti suasana arsitektur gereja. Pencahayaan yang tidak jelas (tidak terang/kabur) di interior dengan pencahayaan yang lebih terang pada mihrab dan bentuk “T” pada mimbar adalah kebiasaan dari arsitektur gereja. Kritik Mansyur pada arsitektur Noe’man sesuai/sama dengan kritik Ismail al Faruqi pada arsitektur barat. Arsitektur barat, menurut Faruqi cenderung untuk membangun “man power of space”, dalam kasus “terpisahnya sebuah bangunan dengan tempat/ruang disekelilingnya” dengan diberikan jarak pandang pada bangunan atau menata bangunan lainnya untuk menegaskan “ otonomi dominasi bangunan pada sutau tempat”. Di sisi yang lain, arsitektur Islam mempersembahkan pemikiran bahwa semua orang sama derajatnya, memberikan perhatian lebih pada ruang kosong untuk menunjukkan/mewakilkan ke-Esa-an Tuhan, dan menolak satu-satunya monumentalisasi”

3.2. PENILAIAN KARAKTERISTIK AKUSTIK BANGUNAN MASJID SALMAN ITB
Kegiatan peribadatan merupakan salah satu kebutuhan penting bagi manusia untuk
saling berhubungan dengan Tuhan. Untuk menciptakan kekhusyukan dan kenyamanan dalam
peribadatan tentunya diperlukan fasilitas kegiatan ibadah yang representatif dari berbagai aspek, salah satunya adalah dari aspek akustik. Masjid yang didesain oleh Ahmad Noe’man pada tahun 1964 tidak memiliki kubah seperti masjid-masjid lain pada umumnya. Selain itu sebagian besar ruangan masjid dilapisi oleh kayu, sangat berbeda dengan bangunan masjid konvensional yang kebanyakan berlapis tembok beton.
Berikut ini beberapa parameter yang terkait dengan kenyamanan akustik secara objektif dan subjektif:
1. Direct Arrival
Direct Arrival adalah ketersampaian suara langsung dari sumber suara kepada pendengar.
2. Distribusi Suara
3. Reverberation Time
RT atau waktu sabine seringkali dijadikan acuan awal dalam mendesain akustika ruangan sesuai dengan fungsi ruangan tersebut. RT menunjukkan seberapa lama energi suara dapat bertahan di dalam ruangan, yang dihitung dengan cara mengukur waktu peluruhan energi suara dalam ruangan.
4. Background Noise
Noise Criteria merupakan nilai yang ditentukan berdasar kurva standar dari background
noise yang terukur dalam suatu ruangan. NC terkadang disebut juga sebagai rating
indoor noise.

3.3. PENILAIAN
1. Direct Arrival
Bedasarkan pengamatan yang dilakukan, direct arrival dari masjid salman bisa dikatakan sangat baik. Hal ini disebabkan sumber suara pada masjid ini berasal dari beberapa loudspeaker yang dipasang diatas ketinggian kurang lebih 3 meter dari lantai dasar pada beberapa titik di sebelah barat, utara, dan selatan bangunan masjid. Para pendengar bisa dipastikan bisa mendengarkan suara langsung tanpa terhalang sesuatu.


Dikarenakan sumber suara, dalam hal ini adalah loudspeaker, diposisikan pada ketinggian kurang lebih 3 meter dari dasar, maka dapat dipastikan bahwa gelombang suara tersebut akan merambat menuju telinga pendengar tanpa terhalang oleh sesuatu. Oleh karena itu, direct arrival Masjid Salman ITB bisa dikatakan sangat baik.

2. Distribusi Suara
Penilaian parameter ini bisa dilakukan setelah pengambilan data Sound Pressure Level pada beberapa titik di dalam ruangan Masjid Salman. Berikut adalah denah dan data hasil pengukuran SPL:
Gambar 1. Denah Ruangan dan Distribusi Suara.


Sumber suara terdiri dari enam buah loudspeaker yang terpasang seperti pada gambar. Pada saat pengukuran, di dalam ruangan sedang diadakan pengajian. Pengukuran dilakukan pada lima titik yang berbeda, yaitu di tiap pojok ruangan dan tepat di daerah pusat ( tengah ) ruangan. SLM diset pada frekuensi 250 Hz. Berdasarkan pengambilan data diatas, distribusi suara dalam ruangan Masjid Salman ITB tergolong cukup baik. Ini terbukti dari hasil pengukuran SPL di lima titik yang berbeda, dengan selisih yang tidak terlalu jauh. Rata-rata tingkat tekanan suara adalah sebesar 70.21 dB .
Selain penilaian objektif, penulis pun melakukan penilaian secara subjektif ( tanpa melihat data ) dengan menilai tingkat tekanan suara melalui indra pendengaran di lima titik pengukuran sesuai gambar. Penilaian dilakukan pada saat kultum sebelum shalat dzuhur. Dari pengamatan, tingkat tekanan di tiap titik pengukuran dirasakan tidak berbeda jauh satu sama lain.
Dari data yang didapat, bisa dikatakan bahwa SPL di dalam ruangan masjid cukup terdistribusi secara merata. Hal ini terbukti dari tipisnya selisih antara SPL yang terukur dari 5 titik pengukuran. SPL yang perbedaanya mencolok adalah pada titik pengukuran yang berada di pojok kanan dan kiri. Kedua titik tersebut mendeteksi SPL sebesar 66.92 dB dan 66.4 dB secara berurutan. Berbeda cukup besar dengan rata-rata SPL yang terdistribusi yaitu 70.21 dB. Hal ini bisa disebabkan oleh letak titik pengukuran tersebut yang posisinya sangat dekat dengan suara langsung atau loudspeaker. Jadi, SPL yang terdeteksi pada tersebut lebih dominan berasal dari suara langsung dan
belum terlalu bercampur dengan suara pantul. Akibatnya SPL yang terdeteksi cenderung lebih kecil dibanding titik pengukuran yang lainnya.

3. Reverberation time at 500Hz
Dari hasil yang di dapat dengan cara merekam suara ketika ada ceramah, waktu dengung yang terjadi adalah sekitar 1 detik. Hal ini saya rasakan lebih baik dibandingkan dengan masjid-masjid besar lainnya. Hal ini dapat terjadi karena dinding, atap, serta lantainya hampir semuanya bermaterialkan kayu, sehingga suara yang menuju dinding, atap, dan lantai hanya sebagian suara yang dipantulkan sisanya diabsorbsi.
RT atau waktu sabine Masjid Salman tergolong sangat baik yaitu sebesar 2.11 detik. RT pada umumnya dipengaruhi oleh jumlah energi pantulan yang terjadi dalam ruangan. Semakin banyak energi pantulan, semakin panjang RT ruangan, dan sebaliknya. Jumlah energi pantulan dalam ruangan berkaitan dengan karakteristik permukaan yang menyusun ruangan tersebut. Dikarenakan material penyusun permukaan Masjid Salman ITB mayoritas adalah kayu, yang notabene memiliki koefisien
absorpsi yang cukup besar, maka jumlah energi suara yang dipantulkan akan lebih sedikit. Akibatnya waku dengung yang terjadi akan semakin pendek.

4. Background Noise
Background Noise Masjid Salman ITB yang tercatat adalah NC 45 berada dibawah standar NC suatu bangunan peribadatan yaitu NC 30-35. Kurang baiknya kondisi noise ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitarnya. Bagian utara Masjid Salman ITB kebetulan sangat berdekatan dengan dengan Jalan Ganesha yang memang sedikit banyak dapat mepengaruhi kebisingan di dalam ruangan masjid. Selain itu juga di sekitar masjid sering diadakan acara-acara tertentu yang sedikit banyak juga berkontribusi terhadap noise yang ditimbulkan.










BAB IV ANALISIS
4.1. ATAP LENGKUNG DATAR DAN LANTAI PILOTIS
Masjid Salman ITB tidak menggunakan kubah selayaknya bangunan masjid pada
umumnya yang lazim di kalangan masyarakat muslim. Noeman selalu ingat firman Allah SWT yang tertuang dalam QS. Al-Baqarah [2] 170 Dan apabila dikatakan kepada mereka "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?" Menurutnya, ayat ini harus dijadikan pegangan oleh setiap arsitek Muslim untuk tidak melakukan imitasi, melainkan harus siap aktif ber-ijtihad. Selain itu, harus selalu mendahulukan aturan dari Allah SWT, dibanding dengan tradisi yang sudah ada.
Itulah mengapa masjid Salman tidak menggunakan kubah karena bersumber dari apa yang ada dalam Al-Qur’an dan ijihad beliau dengan memadukan aturan dari Allah dengan ilmu yang beliau pelajari semasa kuliah.
atap lengkung datar masjid menyerupai dengan Corbu’s Notre Damme Du Haut.


Tangga yang lebar dan lantai yang terangkat(pilotis) mirip dengan Van Der Rohe’s Hall IIT Chicago.


4.2. TANPA ORNAMEN DAN TANPA KOLOM INTERNAL
Menurut Noeman, salah satu aturan Allah SWT yang juga harus selalu diperhatikan
adalah soal larangan bertindak boros. Dalam QS. Al-Isra [17] 27 disebutkan Sesungguhnya pemboros-pembo-ros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. Artinya, jangan sampai terjadi pemborosan dalam membangun masjid. Dalam hal ini ia secara terus terang menyatakan ketidaksetujuannya terhadap masjid yang terlalu mewah.menurutnya "Akan lebih bermanfaat jika uang untuk itu disalurkan untuk keperluan yang lain,". Serta shaf (barisan) shalat itu harus bersambung, tidak boleh terpotong. Sehingga pemakaian kolom internal akan mengganggu kerapihan shaf karena itulah Noe’man tidak memakai kolom internal kecuali dalam keadaan darurat.

4.3. CIRI ARSITEKTUR MASJID SALMAN
Arsitektur masjid salman mempunyai kesamaan ciri dengan gaya dari arsitektur modern
tetapi disaat bersamaan mempunyai kesamaan dengan ciri dari arsitektur neo modern. Perpaduan kedua gaya inipun di kombinasikan dengan pemahaman keislaman Noe’man.
A. Ciri arsitektur modern yang terdapat pada masjid Salman yaitu;
1. Tanpa gaya (seragam), bentuk solid,serba kotak tak berdekorasi
2. Bentuk tertentu, mengikuti fungsi (form follow function) sehingga bentuk menjadi kaku/monoton karena tidak di olah
3. Less is more, semakin sederhana bangunan adalah suatu nilai tambah terhadap arsitektur tersebut
4. Ornament adalah sebuah kejahatan sehingga perlu di tolak karena di anggap tidak memiliki fungsi
5. Singular(tunggal), arsitektur modern tidak memiliki cirri individu dari sang arsiteknya (seragam)
6. Nihilism, penekanan perancangan pada space, maka desain polos, simple, bidang-bidang kaca lebar tidak ada apa-apanya

B. Ciri arsitektur neo modern yang terdapat pada masjid Salman yaitu;
1. Memiliki konsep yang spesifik seperti bangunan-bangunan postmodern aliran lainnya pada umumnya. Dapat bersifat abstrak tetapi juga merepresentasikan sesuatu, tidak hanya sebagai stilasi dari suatu bentukan tertentu.
2. Masih memperlihatkan kejelasan struktur dan sainsnya dengan ide-ide yang inovatif, beralasan dan masuk akal.
3. Pertimbangan yang sangat mendasar terhadap karakter bangunan dengan tetap memperhatikan segi manusia yang menggunakannya.
4. Pada umumnya merupakan pengembangan/ lanjutan dari bentukan-bentukan sederhana melalui konsep-konsep dan rekayasa baik secara karakter bangunan maupun fungsi struktur serta sains dengan pemikiran yang mendalam.
5. Keseragaman dan keserasian pada facade bangunan lebih diutamakan dengan penggunaan bahan dan warna terkadang bersifat monoton namun inovatif.
6. Memadukan unsur-unsur yang berkesan mungkin dan yang tidak mungkin.

Neo modern pun berkembang kedalam beberapa aliran, aliran-aliran yang mepresentasikan arsitektur masjid Salman adalah sebagai berikut:
1. Dalam aliran Plastism, banyak digunakan bentukan-bentukan yang berkesan fleksibel dengan banyak kurva serta lengkung. Bentukan yang fleksibel ini membuat bangunan lebih dinamis dan memiliki karakter. Bentukan tersebut tidak selalu bersifat struktural, seringkali bersifat dekoratif namun menyatu dengan bangunan dan bukan sekedar “tempelan” baik secara facade maupun interior bangunan, caranya dengan menggunakan warna dan material bangunan yang inovatif. Intinya aliran Plastism berusaha mengemukakan ide melalui bentukan-bentukan yang tidak umum dari sebuah bangunan.
2. Aliran Suprematism mengutamakan perekayasaan bentuk dari bentukan yang umum. Dari arti kata “suprematis” sendiri yaitu melawan hal-hal yang bersifat lampau dan natural, aliran ini berusaha mengiterpretasikannya kedalam bangunan dengan merekayasa segala hal yang bersifat umum pada bangunan. Misalnya dinding, kolom bahkan lantai yang miring. Istilah disposisi merupakan hal yang wajar dalam aliran Suprematism dalam mengemukakan ide dan konsep. Namun aliran ini memusatkan perhatian pada bangunan dari segi konsep bentukan yang mengarah pada karakter bangunan tanpa mempertimbangkan fungsi secara mendalam. Sense of art sangat terlihat dalam bangunan-bangunan karya aliran Neomodern-suprematism.
3. Aliran High-tech biasanya menggunakan struktur yang ekstrim untuk “memaksakan” bentuk yang sesuai dengan konsep/ide. Namun dalam hal ini juga dipertimbangkan fungsi secara sains yang menunjang kenyamanan manusia penggunanya. Aliran-aliran dalam Neomodern sebenarnya tidak baku karena setiap arsitek dalam mengemukakan idenya berbeda-beda, namun tujuan dan pemikiran dasar dapat dikategorikan dalam Neomodern.

Dan dari beberapa metode dalam neo modern ada beberapa metode yang cocok dengan arsitektur masjid Salman,yaitu:
1. Hermetic Coding
Metode hermetic coding mengatakan bahwa arsitektur merupakan sebuah bahasa yang bersifat self learning dari individu yang melihat dan menilai karya-karya arsitektur. Berbeda dengan bahasa artistik yang memiliki style yang memang perlu dipelajari secara khusus. Bahasa dalam Neo modern bersifat futuristis dan mungkin baru dapat diterima pada masa-masa yang akan datang. Namun masa tersebut tergantung dari seberapa dalam individu yang menilai suatu karya Neo modern mau mempelajari lebih dalam makna yang terkandung dalam karya tersebut.Hal ini yang membuat karya-karya neo modern sulit dimengerti oleh masyarakat awam karena membutuhkan suatu minat dan keinginan mengetahui lebih dalam, penilaian karya juga menjadi subjektif berdasarkan seberapa jauh individu menganalisa.


2. Disjunctive complexity
Metode Disjunctive complexity mengatakan bahwa neo modern berusaha berurusan dengan kerumitan dan pertentangan dalam kehidupan sehari-hari.Hal-hal yang bersifat biasa dan berantakan tidak diabaikan namun digabungkan sehingga memberikan suatu kesan yang berbeda.Hal ini juga seringkali menyebabkan orang menilai banyak ketidakcocokan dan keanehan pada bentukan karya-karya arsitektur post modern khususnya neomodern dan dekonstruksi. Contohnya pada bangunan Edgemar Farms Conversion, Santa Monica oleh arsitek Frank Gehry.

3. Explosive space
Metode Explosive space mengemukakan bahwa ruang berbentuk kubus dengan transparansi dan overlap akan membentuk rangkaian yang bersifat kontinu.Dengan merekayasa bentukan luar dan dalam ruang-ruang yang terjadi dapat digunakan secara ekstrim untuk keperluan-keperluan dalam bangunan sehingga menimbulkan kesan “imposible”. Hal ini menyebabkan mengapa dalam karya-karya Neo modern memiliki kesan yang berbeda didalam(interior) dengan diluar(eksterior).
4. Comic Destructive
Metode Comic Destructive, mengemukakan bahwa bentukan yang terjadi dapat berawal dari rasa penasaran yang mendalam untuk membedah dan membongkar sesuatu untuk mencari makna yang berbeda. Hal tersebut terjadi secara spontan dan ketika berurusan dengan aturan-aturan, itu menjadi sangat lucu dan menarik. Bersifat lebih responsif dengan hal-hal yang ada pada masanya.

C. Ciri yang terdaat pada masjid Salman dalam sudut pandang Islam yang menjadi ijtihad Ahmad Noe’man
1. Menurut Noeman, salah satu aturan Allah SWT yang juga harus selalu diperhatikan adalah soal larangan bertindak boros. Dalam QS. Al-Isra [17] 27 disebutkan Sesungguhnya pemboros-pembo-ros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya
2. pada khalifah Umar ibn Khattab, ynag melakukan penge-cek-kan kedekatan jajaran barisan sholat dengan menggunakan pedangnya sebelum memulai sholat serta shaf (barisan) shalat itu harus bersambung, tidak boleh terpotong.
3. Kreatif, Allah disebut Sang Pencipta (kreator), maka dia (Noe’man) pun harus kreatif sedangkan kreatifitas bertolak belakang dari arsitektur modern.

Noe’man memadukan international style dan prinsip Islam kedalam perancangannya sehingga teciptalah bangunan yang indah yang sampai sekarangpun masih berdiri kokoh dan menjadi symbol arsitektur masjid kontemporer

D. Salman adalah sebuah karya arsitektur kontemporer
Arsitektur kontemporer yang secara sederhana berarti arsitektur kekinian(pada masanya). Sedangkan modernism adalah suatu perubahan yang terarah yang didasarkan pada social planning dan suatu perubahan itu mnecakup kedalam segala aspek-aspeknya. Dan bernarlah bahwa arsitektur masjid Salman ITB merupakan sebuah karya kontemporer yang berarti kekinian yang melepaskan dirinya sebagian/sepenuhnya dari tradisi yang tidak jelas kebenarannya (taqlid) agar tercapai sebuah bangunan yang lebih memenuhi kebutuhan zaman(pada saat itu) dengan tujuan menciptakan bangunan yang indah dengan berani mengintrepertasi bentuk bangunan dengan kreatif.
Kegiatan merancang/desain arsitektur yang berdasarkan ketiga aspek, yakni logos, logika kebenaran; ethos, karakter yang didasari oleh tradisi, akar dan konteks yang jelas, serta pathos, solusi yang lebih nyata, bermuatan lokal dan membumi.
Sehingga disebut kontemporer karena hasil dari rancang bangun menghasilkan bangunan yang belum pernah ada sebelumnya dan menjadi solusi dari kebutuhan zaman dimana sang arsitek hidup.

BAB V PENUTUP

Globalisasi dan dinamika perubahan cepat telah memberi kesempatan, sekaligus kerentanan dalam berbagai bidang, termasuk proses penciptaan arsitektur. Seringkali kerentanan diperburuk oleh lemahnya pemahaman dan kecenderungan untuk mensimplifikasikan persoalan. Ditengah-tengah ekskalasi kerusakan lingkungan, wacana arsitektur kontemporer Indonesia, harus dapat menjawab isu-isu sosial-politis beserta wacana-wacana yang melandasinya. Jika tidak arsitektur kontemporer hanya akan terjebak dan terkurung dalam diskusi geometri. Kegiatan merancang/desain arsitektur perlu mengkritisi kembali pencapaian ketiga aspek yang dipakai sebagai rujukan dalam merancang, yakni logos, logika kebenaran; ethos, karakter yang didasari oleh tradisi, akar dan konteks yang jelas, serta pathos, solusi yang lebih nyata, bermuatan lokal dan membumi.
Nampaknya, dari preseden perkembangan arsitektur di bumi Nusantara, perjalanan arsitektur konptemporer ke depan selain perlu dikembangkan dari tuntutan modern/kekinian dan dari pemahaman yang bersifat tradisional/regionalisme, serta juga mensyaratkan adanya dialog dengan tradisi (kearifan masa lalu) untuk pemahaman mendalam terhadap budaya rancang bangunan. Hanya dengan demikianlah maka arsitektur kontemporer Indonesia dapat menuju Aufklärung!
Dan bernarlah bahwa arsitektur masjid Salman ITB merupakan sebuah karya kontemporer yang berarti kekinian yang melepaskan dirinya sebagian/sepenuhnya dari tradisi yang tidak jelas kebenarannya (taqlid) agar tercapai sebuah bangunan yang lebih memenuhi kebutuhan zaman(pada saat itu) dengan tujuan menciptakan bangunan yang indah dengan berani mengintrepertasi bentuk bangunan dengan kreatif.

BAB V DAFTAR PUSTAKA
Ebook:
1. ASE Modernism Noeman CSAAR
2. KAJIAN INTERPRETATIF ARSITEKTUR INTERIOR MASJID KARYA ACHMAD NOEMAN
3. arsitektur-kontemporer-indonesia-perjalanan-menuju-pencerahan
4. arsitektur-neo-modern, universitas tanjung pura
5. islam-indonesianity-and-modernity-of-ahmad-noeman
6. MASJID_sejarah&fungsi
7. makalah-uts-akustik
8. TEORI-TEORI ARSITEKTUR DUNIA BARAT

Al-Qur’an
Internet